Natal dan Gugatan atas Triumfalisme Religius
OPINI  

Natal dan Gugatan atas Triumfalisme Religius

Dr Otto Gusti Madung, SVD, doktor Filsafat lulusan Hochschule für Philosophie, München, Jerman dan Rektor Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero, Maumere, Flores, NTT

Loading

Oleh Otto Gusti Madung

Rektor Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero, Maumere, Flores, NTT

INKARNASI Allah menjadi manusia dalam peristiwa Natal tidak terjadi dalam gegap gempita. Allah tidak datang dalam tampilan kekuasaan absolut dengan segala kemewahan seperti ditawarkan secara manipulatif oleh kapitalisme pasar berbaju religius dewasa ini.

Allah tidak menyapa manusia dalam dunia nyaman. Natal menghadirkan gambaran Allah yang menampakkan diri di pinggiran, di kalangan bawah, dan situasi sosial di mana kita tidak pernah berharap menjumpai-Nya. Ia lahir di kandang hewan dan hanya ditemani para gembala miskin. Betlehem adalah simbol pinggiran itu, jauh dari imperium kekuasaan.

Peristiwa Natal adalah gugatan terhadap cara beragama status quo, menyenangkan, normal, dan legalistik. Kisah Kitab Suci seputar peristiwa Natal bercerita tentang Maria Bunda Yesus yang hamil di luar nikah sebelum Yosef mengambilnya sebagai istri. Di masyarakat patriarki di mana Yesus lahir, kecelakaan hamil di luar nikah adalah aib dan bertentangan dengan hukum agama Yahudi.

Dalam tragedi ini sudah pasti perempuan menjadi korban yang harus dikriminalisasi. Namun, Yosef tidak mau mempermalukan Maria. Karena itu, ia ingin menceraikan Maria diam-diam. Tuhan justru mengambil jalan haram ini untuk masuk ke tengah dunia. Jalan yang menggugat sekaligus melampaui ilusi semu konsep manusia tentang kesalehan.

Kelahiran Yesus menunjukkan kasatmata bahwa Allah mewahyukan diri ke dalam sejarah hidup manusia dengan segala konsekuensi pertarungan ekonomi politiknya. Secara politis, Maria dan Yosef harus tunduk kepada politik sensus kependudukan Kekaisaran Romawi yang menjajah Israel. Data kependudukan ini penting bagi Romawi guna mengetahui jumlah penduduk jajahan yang harus membayar pajak untuk membiayai Pax Romana yang dibangun di atas kekuatan militer dan kekerasan.

Di samping itu, Kitab Suci juga mengisahkan rencana Herodes membunuh bayi Yesus dan anak-anak lain yang berumur di bawah satu tahun. Bayi Yesus dianggap ancaman bagi kekuasaan Herodes. Kisah penjajahan politik dan pembantaian massal yang mewarnai peristiwa kelahiran Yesus menunjukkan solidaritas Allah dengan pergulatan hidup manusia untuk menggapai pembebasan dari ketidakadilan, penindasan, dan penjajahan. Natal adalah bukti bahwa Allah yang kita imani tidak pernah netral, tetapi selalu mengambil posisi. Posisi Allah berpihak kepada manusia yang rapuh, rentan terhadap penderitaan dan penindasan.

Pembebasan

Karena itu, Natal adalah sebuah pembebasan. Pembebasan dalam arti; pertama, pembebasan sosiopolitis dari kelas-kelas sosial dan bangsa-bangsa tertindas. Kedua, pembebasan historis manusia dalam arti emansipasi manusia yang terus maju dalam bentuk sebuah revolusi budaya permanen. Ketiga, pengertian pembebasan sebagai keselamatan lewat Yesus Kristus sebagai pembebasan dari dosa pribadi di hadapan Allah yang merupakan akar terdalam dari kehancuran persatuan di antara umat manusia dan juga berdampak pada realitas ketidakadilan dan penindasan.

Semua tingkatan pemahaman pembebasan itu berkelindan satu sama lain dan menemukan realisasi paripurna di dalam karya penebusan Yesus Kristus. Jadi, pembebasan dipahami sebagai proses komprehensif yang bertujuan menyelamatkan manusia dari semua bentuk dosa, dari setiap jenis perbudakan, kemiskinan, dan penindasan.

Yang dimaksudkan konsep dosa tentu bukan saja mencakup pelanggaran individual terhadap perintah Allah, tetapi juga mencakup struktur dosa sosial yang bertentangan dengan kodrat manusia dan menghalangi manusia untuk berbuat baik. Karena alasan dosa individual dan struktural seluruh manusia terhalangi untuk mencapai tujuan persekutuan yang sempurna dengan Allah.

Natal adalah kisah tentang Allah yang berziarah dalam solidaritas yang mendalam dengan kemanusiaan, mengambil bagian dalam penderitaan dan momen harapan kita. Karena itu, Natal adalah sebuah perjumpaan antara yang ilahi dan yang manusiawi, yang adikodrati dan yang kodrati, yang religius dan yang sekuler.

Sumber: mediaindonesia.com, Sabtu 24 Desember 2022

Tinggalkan Komentar Anda :