10 Tahun Tak Terima Dividen, Putri Pendiri Blue Bird Grup Minta Atensi Presiden dan Kapolri - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

10 Tahun Tak Terima Dividen, Putri Pendiri Blue Bird Grup Minta Atensi Presiden dan Kapolri

Elliana Wibowo (kanan), putri Surjo Wibowo, pendiri Blue Bird Grup didampingi kuasa hukumnya, Dr Roy Rening, SH, MH (kiri) saat memberikan keterangan pers di hadapan puluhan wartawan media cetak dan elektronik di Madame Delima Café, Jalan RP Soeroso, Menteng, Jakarta, Kamis (18/9). Foto: Ansel Deri/Odiyaiwuu.com

Loading

JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Elliana Wibowo (58), putri Surjo Wibowo, pendiri Blue Bird Grup meminta Presiden Joko Widodo agar membantu membersihkan mafia peradilan yang masih bergentayangan di dalam dunia peradilan saat ini. Permintaan tersebut disampaikan Elliana karena selama 10 tahun terakhir ia tak menerima dividen, laba perusahaan selaku pemegang saham.

“Saya memohon dengan hormat kepada Bapak Presiden Joko Widodo agar membersihkan mafia peradilan yang masih bergentayangan di dalam dunia peradilan kita saat ini. Saya sebagai pemegang saham pendiri sampai hari ini belum menerima pembagian dividen selama kurang lebih 10 tahun lebih sampai dengan permohonan gugatan saya sampaikan,” ujar Elliana didampingi kuasa hukumnya, Dr Roy Rening, SH, MH kepada puluhan wartawan di Madame Delima Café, Jalan RP Soeroso, Menteng, Jakarta, Kamis (18/9).

Elliana juga memohon atensi Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk memberikan atensi kasus hukum di internal Blue Bird Grup dengan memerintahkan Kapolda Metro Jaya membuka kembali kasus yang tengah ia alami sebagai anak kandung pendiri dan pemegang saham Blue Bird Grup.

“Saya memohon atensi Bapak Kapolri agar kasus saya yang sudah dihentikan oleh Mantan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri dahulu Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya pada tahun 2002. Saat itu, saya sudah membuat laporan polisi Nomor Pol 1172/935/K/V/2000/RES JAKSEL, tertangal 25 Mei 2000) terhadap para tersangka Purnomo Prawiro, Endang Basuki, Noni Purnomo dan Indra Marki,” ujar Elliana.

Selain itu, Elliana meminta kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI untuk mengawasi secara ketat kepada para hakim, jaksa dan polisi yang terlibat dalam proses perkara yang sedang sedang diajukan kuasa hukumnya di PN Jakarta Selatan.

Permintaan kepada komisi antirasuah itu disampaikan guna menghindari terjadinya praktik mafia peradilan mengingat saat ini ia sedang mengajukan gugatan Praperadilan Nomor 63/Prapid/2022/PN.JKT. SEL terhadap Kapolda Metro Jaya dan gugatan PMH Nomor 667/Pdt.G/2022/PN.JKT.SEL terhadap Purnomo Prawiro, dkk.

“Saya memohon kepada Ketua Mahkamah Agung untuk mengawasi secara langsung terhadap persidangan kasus Praperadilan dan gugatan PMH yang saya ajukan untuk mendapatkan keadilan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara gugatan Praperadilan Nomor 63/Prapid/2022/PN.JKT. SEL terhadap Kapolda Metro Jaya dan gugatan PMH Nomor 667/Pdt.G/2022/PN.JKT.SEL terhadap Purnomo Prawiro, dkk.

Dalam konferensi pers tersebut, Elliana juga menjelaskan sejarah berdirinya Taxi Blue Bird dan berbagai persitiwa kekerasan fisik yang ia alami bersama ibu kandungnya. Elliana juga menjelaskan pemberitaan yang beredar dan dianggap sudah menjurus pada upaya pemutarbalikan atau penggaburan fakta usai dirinya melakukan praperadilan dan gugatan perdata perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Pemberitaan yang yang beredar di publik saat ini, imbuhnya, adalah pemutarbalikan fakta hukum dan penyesatan informasi sesungguhnya. Adanya klaim dari Management Blue Bird TBK yaitu Sigit Suharto Djokosoetono dan Yusuf Salman yang menyebut bahwa Blue Bird Group adalah milik keluarga Mutiara Djokosoetono adalah sebuah penyesatan informasi dan pembohongan publik. Apalagi Blue Bird saat ini sudah merupakan perusahaan terbuka.

“Tansparansi dan akuntabilitas menjadi syarat mutlak sebuah perusahaan terbuka untuk menghindari pemutar balikkan fakta yang dapat merugikan kepentingan publik dan kepentingan pemegang saham. Ahli waris dari Almarhum Surjo Wibowo dan Almarhumah Janti Wirjanto Wibowo selaku pendiri utama Blue Bird Group atau pemodal utama Blue Bird, pemegang Saham 15,35 persen. Saya melalui kuasa hukum melakukan gugatan Praperadilan Nomor 63/Prapid/2022/PN.JKT. SEL terhadap Kapolda Metro Jaya Gugatan PMH Nomor 667/Pdt.G/2022/PN.JKT.SEL terhadap Purnomo Prawiro, dkk,” kata Elliana.

Surjo Wibowo lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 1 Januari 1921 adalah putra dari pengusaha besar dan terkenal dari Ponorogo dan Surabaya, Jawa Timur. Sebelumnya, orang tua Surjo Wibowo sudah memiliki berbagai macam usaha di Jawa Timur. Misalnya, pom bensin, perusahaan batik, pabrik rokok, perusahaan importir makan dan minuman dari Eropa, toko emas, berlian, perhiasan, dan lain-lain.

Pada akhir tahun 1940-an, keluarga Surjo Wibowo pindah ke Jakarta dan meneruskan usaha-usahanya seperti pabrik rokok, batik, kembang api, transportasi, dan importir makanan, serta pedagang perhiasan. Surjo Wibowo bersama istrinya, Janti Wirjanto, yang juga putri pengusaha besar dari Pekalongan sejak tahun 1950-an telah berkecimpung juga dalam bidang usaha transportasi.

“Mereka mengelola usaha perbengkelan Suburban, taxi limousine seperti Mercedes Benz, Opel, Holden, Fiat, dan lain-lain sertadan mendapatkan penunjukan langsung dari Presiden Ir Soekarno untuk melayani transportasi Asian Games tahun 1962 serta memiliki dealership mobil Eropa. Pada tahun 1967, almarhum ayah saya, Surjo Wibowo juga sudah mendirikan Bank Perimbangan, sebuah bank swasta di Jakarta Pusat,” kata Elliana.

Elliana melalui tim kuasa hukum yang dipimpin Dr Stefanus Roy Rening, SH, MH dan Dr Syamsuddin Rajab, SH, MH, MM, Anggara Suwahyu, SH, MH, Abdul Aziz Saleh, SH, MH, Davy Helkiah Radjawane, SH, dan EM Jagat Kautsar, SH menggugat mantan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi (Purn) Drs H Bambang Hendarso Danuri, MM dan Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya sebesar Rp 1 Triliun.

Bambang Hendarso Danuri dan Kapolda Metro Jaya dinilai turut bertanggungjawab atas terhentinya penyidikan tindak pidana yang telah dialami tahun 2000 dan tidak diterimanya dividen klien selama hampir 10 tahun. Tim kuasa hukum Elliana mendaftarkan dua jenis gugatan sekaligus di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Jumat (22/7) lalu. Pertama, gugatan praperadilan dengan nomor perkara No. 63/Prapid/2022/PN. Jkt. Sel yang tujukan ke Kapolda atas terhentinya penyidikan kasus pengeroyokan dan penganiayaan.

“Padahal, putusan praperadilan PN Jakarta Selatan memerintahkan kepolisian untuk melimpahkan berkas ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Putusan ini telah berkekuatan hukum tetap. Jadi tak ada pilihan lain kecuali melimpahkan berkas perkara kepada Kejaksaaan Negeri Jakarta Selatan,” ujar Roy di Jakarta, Rabu, (27/7).

Roy menjelaskan, kasusnya bermula dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Blue Bird pada 23 Mei 2000. Saat itu, Elliana dan Janti mengalami intimidasi, kekerasan, dan pengeroyokan yang dilakukan oleh oknum direksi dan komisaris Blue Bird.

Kliennya akhirnya melaporkan kasus kekerasan dan pengeroyokan ke Polres Jakarta Selatan dengan Surat Laporan Polisi No. Pol. 1172/935/K/V/2000/Res.Jak.Sel tertanggal 25 Mei 2000. Berdasarkan penyelidikan dan penyidikan, Polres Jakarta Selatan menetapkan empat tersangka, yaitu Purnomo Prawiro, Noni Sri Aryati Purnomo, Indra Marki, dan Endang Purnomo.

Polres lalu menyerahkan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri. Namun pada 4 Agustus 2000, Kejaksaan mengembalikan berkas perkara dengan petunjuk lewat Surat Nomor B-78/P-1.13.3/E.2/08/2000. “Tapi, hingga kini, Polres tidak menindaklanjuti petunjuk jaksa dan mengabaikan perkara tersebut,” kata Roy.

Roy menjelaskan, permohonan praperadilan yang diajukan Elliana adalah bagian dari pengawasan secara horizontal atas praktik penegakan hukum di Kepolisian. “Ini juga upaya mendukung Polri dan dalam mewujudkan visi Kapolri saat ini yaitu Presisi. Peningkatan kinerja penegakan hukum, penguatan fungsi pengawasan, dan pengawasan oleh masyarakat pencari keadilan,” kata Roy, doktor Ilmu Hukum lulusan Universitas Pajajaran Bandung.

Selain gugatan praperadilan, Elliana juga sedang memperjuangkan hak-haknya sebagai salah satu pemegang saham pendiri. Sejak 2013 hingga kini, ia belum menerima dividen dari Blue Bird Group.

Elliana juga menggugat sejumlah pihak secara perdata yaitu Dr H Purnomo Prawiro, Noni Sri Ayati Purnomo, Hj Endang Purnomo, Dr Indra Marki, Kepala Kepolisian Republik Indonesia cq Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya, Jenderal Pol (Purn) Bambang Danuri, PT Big Bird, PT Blue Bird Tbk sebagai para tergugat dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sebagai Turut Tergugat. Gugatan tersebut terdaftar dengan Nomor Perkara 677/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Sel

“Gugatan perbuatan melawan hukum dilakukan karena Elliana merasa dirugikan secara materiil dan immaterial,” kata Roy menjelaskan. Gugatan tersebut dilayangkan akibat kliennya mengalami kerugian perdata yang yang terdiri dari kerugian materiil dan kerugian imateriil,” tandas Roy.

Menurut Roy, kerugian material akibat serangkaian tindak pidana yang dihentikan penyidikannya serta tidak dibayarkannya dividen selama 10 tahun enam bulan yang dikualifikasi sebesar Rp. 1.363.768.900.000 (satu triliun tiga ratus enam puluh tiga miliar tujuh ratus enam puluh delapan juta sembilan ratus ribu rupiah).

Sedangkan kerugian immaterial sebesar Rp.10.000.000.000.000 (sepuluh triliun rupiah). Upaya hukum ini, jelas Roy, dilakukan agar Elliana yang merupakan korban kekerasan fisik segera mendapatkan hak-haknya kembali sebagai ahli waris dari pendiri Blue Bird Group. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :