JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua Pendeta Dr Socratez Yoman, MA mengemukakan, tugas utama yang harus dilakukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia bukan urus-urus dialog, tapi bagaimana berperan dan proaktif mendorong Pemerintah Republik Indonesia mengijinkan kunjungan Komisi HAM PBB ke Papua. Komnas HAM bukan ikut menyumbat atau menghambat kunjungan Komisi HAM PBB ke Papua dengan dialog yang tidak jelas arahnya.
“Komnas HAM jangan memperpanjang penderitaan rakyat dan bangsa Papua Barat. Kami sudah lama menderita karena penguasa Indonesia merendahkan, menghina, dan melecehkan martabat kemanusiaan kami dari waktu ke waktu dengan janji-janji palsu dan omong kosong. Komnas HAM sepertinya berusaha menghalangi atau menghambat lajunya lobi dan diplomasi politik United Liberation Movement for West Papua di level regional dan internasional baik di MSG, PIF, ACP, Uni Eropa maupun di Perserikatan Bangsa Bangsa,” ujar Socratez Yoman melalui keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com dari Jayapura, Jumat (11/3).
Anggota Baptist World Alliance ini menambahkan, arah Komnas HAM mudah dibaca, yaitu mereduksi perjuangan ULMWP di level global yang sudah mendapat simpati dan dukungan dari komunitas internasional dan juga menghalangi kunjungan Komisi HAM Perserikatan Bangsa Bangsa. Komisi ini, berpikir masyarakat Papua belum mengerti hak politik dan hak hidup di atas tanah leluhur orang asli Papua.
Menurutnya, Komnas HAM harus membuka mata bahwa dahulu hanya negara vanuatu yang bersuara dan mendukung penyelesaian persoalan Papua. Belakangan ini, ada peningkatan dukungan komunitas global atau internasional dengan signifikan. Misalnya, negara-negara rumpun Melanesia (MSG), Negara-negara Kepulauan Pasifik (PIF), Negara-Negara Afrika, Carabia, Pasifik (ACP) terdiri dari 79 Negara dan Uni Eropa yang terdiri dari 27 Negara, termasuk di dalamnya Belanda begara bekas penjajah Indonesia dan Inggris mendesak Indonesia untuk membuka akses Komisi HAM PBB berkunjung ke Papua.
Tiga pakar HAM PBB yaitu Francisco CaliTzay, Morris Tidball-Binz, Cecilia Jimenez-Demay mendesak Indonesia untuk mendesak Komisi HAM PBB berkunjung ke Papua. Karena itu,sudah waktunya Indonesia membuka diri untuk Komisi HAM PBB berkunjung ke Papua, sebelum Indonesia dihakimi komunitas internasional. Indonesia sudah berada dalam kategori negara pelaku kejahatan kemanusiaan dan tidak bisa menyembunyikan muka dengan atas nama “jargon” kedaulatan negara.
“Sekarang rakyat dan bangsa Papua tidak sendirian untuk martabat kemanusiaan, kesamaan derajat, keadilan, perdamaian dan untuk masa depan sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat penuh sebagai sebuah bangsa. Rakyat dan bangsa Papua Barat sedang dan terus berdiri bersama-sama dengan MSG, PIF, ACP, Uni Eropa, dan PBB,” ujar Socratez, anggota Konferensi Gereja-Gereja Pasifik (PCC).
Pihaknya juga menegaskan, rakyat dan bangsa Papua Barat juga berdiri bersama-sama dengan saudara-saudara seiman dalam wadah Dewan Gereja Papua (WPCC), para pastor pribumi Papua, Konferensi Gereja-Gereja Pasifik (PCC), Konferensi Waligereja Pasifik (CEPAC-FCBCO), dan Dewan Gereja Dunia (WCC).
Karena itu, Komnas HAM diharapkan jangan menyumbat, menghambat dan mereduksi kemajuan-kemajuan dan perkembangan-perkembangan persoalan kemanusiaan yang terjadi dalam komunitas global. Persoalan Papua adalah persoalan kemanusiaan yang berdimensi internasional, bukan masalah internal Indonesia.
“Komnas HAM sebaiknya mendorong dan menasihati pemerintah Indonesia untuk membuka akses Komisi HAM PBB ke Papua. Bukan mengurus dialog yang sudah tidak relevan sesuai dengan dinamika dan kemajuan-kemajuan yang diraih ULMWP. Yang jelas ULMWP sudah berada di mata dan telinga MSG, PIF, ACP, Uni Eropa, PBB dalam semangat keadilan dan kesamaan derajat serta martabat kemanusiaan,” lanjut Socratez, anggota Dewan Gereja Papua (WPCC).
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik sebelumnya mengatakan, pihaknya berharap dialog damai antara Papua dengan Jakarta dapat mulai terlaksana tahun ini. “Harapannya tahun ini sudah dimulai tahap awalnya, dari pemerintah, Organisasi Papua Merdeka (OPM), tokoh masyarakat, tokoh gereja, tokoh adat, sudah mulai bisa duduk,” kata Taufan kepada awak media di Hotel Shangri-la Jakarta, Rabu (9/3).
Meski demikian, Taufan tak menampik bahwa upaya membangun rencana dialog damai Papua-Jakarta bukan perkara mudah. Walau berharap dialog damai itu bisa terlaksana tahun ini, namun ia tak dapat memprediksinya betul-betul terjadi sesuai harapan.
Pasalnya, dialog damai antara Jakarta dan Papua merupakan proses yang akan panjang dan sangat bergantung situasi politik, konflik, serta keamanan. Meski begitu, Komnas HAM akan menjadi pihak pertama yang menginisiasi dialog tersebut dengan membuka komunikasi dengan tokoh-tokoh di Papua, utamanya dari kubu pro-kemerdekaan Papua. “Tapi kita akan melakukan dan minggu depan kita akan berangkat, inisiasinya, kan prosesnya panjang. Aceh juga dulu kan prosesnya lama, butuh menemui ke mana-mana,” kata Taufan lebih jauh.
Sedangkan Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin al Rahab mengatakan, upaya dialog Jakarta-Papua bagi penyelesaian konflik di tanah Papua merupakan langkah yang baik demi mencegah jatuhnya korban. Siapa pihak-pihak terkait yang terlibat dalam dialog, itu urusan belakangan tetapi diupayakan terlebih dahulu.
“Komnas HAM berpandangan bahwa dialog adalah langkah yang penting dan perlu mendapat dukungan semua pihak demi mencegah jatuhnya korban sekaligus memperbaiki keadaan. Komnas HAM akan berbicara dengan semua pihak dalam dialog itu. Nah, ke depan pelahan-lahan kita lakukan komunikasi dengan semua pihak. Tentunya, komunikasi ini bukan butuh waktu pendek tetapi butuh waktu panjang,” ujar Amiruddin al Rahab saat dihubungi Odiyaiwuu.com di Jakarta, Rabu (10/3).
Amiruddin al Rahab juga menjawab singkat saat diminta pendapatnya sebagai analis yang sudah lama mengakrabi masalah Papua baik melalui buku-buku karyanya maupun analisanya di media massa seputar isu-isu Bumi Cenderawasih bahwa dialog itu termasuk menghadirkan pihak United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) atau Gerakan Pembebasan Papua Barat di bawah kendali ketuanya, Beny Wenda.
“Itu yang harus kita kerjakan dan menjadi perhatian bersama bagaimana semua pihak mendorong saudara-saudara dengan posisi seperti itu agar memandang bahwa dialog itu adalah langkah terbaik. Komnas HAM sebagai lembaga resmi mencoba menjebatani dialog itu agar ada solusi damai antara pihak-pihak terkait,” lanjut Amiruddin al Rahab, yang juga Koordinator Sub Komisi Penegakan Hak-hak Asasi Manusia Komnas HAM yang membidangi pemantauan dan penyelidikan dan mediasi Komnas HAM. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)