Oleh Novilus Uropmabin
Mahasiswa STFT Fajar Timur Abepura, Jayapura
FILSAFAT mengajarkan setiap manusia mempertanyakan segala sesuatu secara filosofis. Kemudian, mencari dan menemukan kebijaksanaan hidup dalam kesehariannya. Kebijaksanaan hidup itulah menjadi pokok, intisari berfilsafat dalam kehidupan konkrit atau keseharian manusia.
Pada hakikatnya filsafat timbul dari kodrat manusia. Artinya, dari semula ia (manusia) berbakat filosofis, sebagaimana sudah tampak secara jelas dalam diri anak-anak. Secara spontan dan tanpa berpikir, seorang anak mempertanyakan segala sesuatu, bahkan mengenai dirinya yakin dari mana asalnya, tujuan keberadaan dan ke mana akan pergi.
Walaupun tidak semua orang dapat menjadi ahli filsafat, namun yang dibicarakan atau dipersoalkan dalam berfilsafat secara kodrati terdapat dalam diri setiap manusia. Setiap orang juga mempunyai pendapat atau pandangan tertentu tentang hidup, dunia, makna, manusia, alam semesta, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, memaknai ok (air) sebagai filosofis kehidupan bagi suku Ngalum yang akan integrasikan dalam tulisan refleksi ini adalah suatu bentuk upaya memperkenalkan falsafah yang dihidupi manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang.
Tulisan reflektif ini fokus pada makna ok sebagai filosofi atau kebijaksanaan tertinggi bagi kehidupan manusia Ngalum. Bertolak dari latar belakang empiris,manusia Ngalum Ok memaknai ok sebagai sumber kehidupan sekaligus kebijaksanaan tertinggi bagi kehidupan mereka.
Manusia air
Dalam Menerima Misionaris Menjemput Peradaban (2016), Melkior Sitokdana menjelaskan, para antropolog membagi suku-suku di wilayah Pegunungan Bintang menjadi dua kelompok besar yaitu, suku Ok (Ngalum Ok) dan Mek (suku ketengban mek/me) sehingga disebut Ok family.
Dalam penelitian itu para ahli antropologi menyebut, manusia Aplim Apom adalah manusia pencari ok karena selalu memilih tempat tinggal mereka berdasarkan lokasi yang dekat dengan air, tempat mata air, di pinggiran aliran sungai, di tempat-tempat yang mudah mendapatkan air.
Pernyataan para ahli antropologi tersebut didasarkan pada penyebutan nama-nama tempat tinggal yang selalu diawali dengan kata ok atau akhiran me atau mek. Misalnya Okbi, Oksibil, Okaum, Oklip, Oknangul, Oksop, Bime, Kirime, Borme, Tanime, Epumek, dan Pamek.
Atas dasar inilah para ahli antropologi mengelompokkan manusia Aplim Apom sebagai suku bangsa Ok dan suku mek/me. Dalam penamaan Ok dan mek/me memiliki pengertian yang sama yakni “air”.
Dalam Perdamaian Pegunungan Bintang (2020), Oksianus Bukega dalam artikelnya, Meneropong Filsafat Ok untuk Misi Perdamaian di Pegunungan Bintang menguraikan tentang air, ok sebagai falsafah hidup manusia Aplim Apom.
Dalam tulisannya Bukega memberikan suatu pandangan berdimensi filosofis yang ada dan dimiliki serta dihidupi oleh manusia Aplim Apom. Konsep dasarnya adalah mengenai filsafat ok karena ok tidak bisa berdiri sendiri atau terlepas dari eksistensi manusia Aplim Apom seutuhnya di Pegunungan Bintang.
Oleh sebab itu, tidak harus mendefinisikan secara menyeluruh dengan kategori tetapi mengetahui secara holistik dari berbagai sudut pandang ilmu agar menemukan kesejatian keberadaan manusia sebagai manusia bijaksana yang memiliki segala dimensi kehidupan. Ok sebagai filosofis hidup manusia Ngalum yang selalu mendambakan hidup bijaksana dalam segala dimensi kehidupan sebab air adalah manifestasi keberadaan manusia Ngalum Ok sendiri.
Ok sebagai filosofi
Hadiwijono Harun dalam Sari Sejarah Filsafat 1 (1980) menyebut, tradisi filsafat barat mencoba membaca gejala semesta dan merefleksikan keberadaan alam. Thales dari Miletus (620-540) adalah filsuf pertama yang membaca gejala alam semesta. Dalam filsafat metafisika, Thales mengatakan bahwa unsur-unsur penyusunan alam semesta ini adalah air dan bumi yang berbentuk datar menampung air.
Dengan demikian Thales berpendapat bahwa air adalah unsur dasar atau penting dalam kehidupan ini. Hal ini berdasarkan pengamatan atau pemaknaan dan kemampuan untuk membaca serta merefleksikan alam di sekitarnya bahwa air dapat berubah menjadi uap air dengan pemanasan kemudian menjadi padat, beku melalui proses pendinginan.
Tampak jelas bahwa lingkungan atau alam semesta dapat mempengaruhi pemikirannya dan dalam kaitan dengan metafisika Thales tentang “unsur penyusun alam semesta ini adalah air. Itulah filsafat ok, air yang dia perkenalkan.
Filsafat ok dapat diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari manusia Aplim Apom secara filosofis. Cinta akan kebijaksanaan dan berupaya bersama untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik, serta memaknai filsafat dalam konteks.
Maka, pemahaman atau pengalaman empiris yang sama penulis hendak mengintegrasikan dasar filsafat manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang. Dengan demikian, dapat mempengaruhi seluruh eksistensi sekaligus menjiwai kehidupan manusia Aplim Apom bahwa filsafat ok dipahami sebagai sumber air kehidupan atau kebijaksanaan hidup bagi manusia Aplim Apom.
Ok tidak saja dipandang dari segi ekonomis (konsumtif) tetapi melampaui aspek tersebut bahwa ok dapat menjiwai kehidupan manusianya. Artinya ok mencakup seluruh komponen yang ada yakni manusia dan alam karena itu, manusia Aplim Apom dapat dikategorikan sebagai manusia atau masyarakat (ok man/ok family).
Makna ok
Dalam konteks pemberian makna filosofis yang hakiki sejauh ini belum ada. Konsentrasi lebih tertuju pada aspek linguistik dan etnografi sehingga memiliki makna atau pengertian ke arah ekonomis, sosiologi, antropologi, dan ekologi. Namun, jika direfleksikan dalam konteks filosofi ok melambangkan suatu kebijaksanaan tertinggi atau melampaui dari aspek-aspek yang disebutkan di atas.
Ok sebagai simbol atau hakikat kehidupan itu sendiri menciptakan kesuburan hidup bagi manusia, tumbuhan, ketentraman, keselamatan, kesucian, ketenangan, kedamaian dan nilai-nilai kehidupan lainnya sehingga ok disebut sebagai kebijaksanaan tertinggi bagi manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang.
Dalam pemahaman empiris, ok dalam bentuk fisik dipahami sebagai simbol kang matek (lemak babi tetapi ditinjau kembali akan menemukan sesuatu yang filosofis. Ini tercermin dari bahasa atau kata-kata pertama yang diungkapkan oleh seorang bayi yang dilahirkan disebut ok/me/mek.
Maksud dari seorang bayi ini adalah meminta air sebagai sumber kebijaksanaan hidup baginya untuk menjalani kehidupan ini. Kemudian pada akhir hidupnya ia selalu meminta oke untuk diminum sebelum meninggal.
Oleh sebab itu, setiap suku bangsa di belahan dunia ini memiliki falsafah sebagai sebuah pandangan hidup yang dapat menuntun kehidupan sehari-hari mereka. Maka bagi manusia Aplim Apom ok/me/mek dimaknai dengan manusia itu sendiri, manifestasi dirinya.
Hal ini bukan dipengaruhi oleh faktor geografis yang memiliki sumber mata air di setiap kampung melainkan sifat air itulah yang dapat dipengaruhi, dijiwai dan menghidupi alam semesta serta manusianya sehingga manusia Aplim Apom memiliki kebiasaan hidup yang dikatakan cukup tenang, damai, sabar dan mudah bergaul dengan orang lain.
Karena itu, dalam tulisan refleksi ini penulis dapat menyimpulkan bahwa filsafat merangsang orang mempertanyakan dan mencari serta menemukan kebijaksanaan demi menata hidup yang lebih baik. Untuk memaknai hidup para filsuf mengintegrasikan pemahaman filsafatnya dengan melibatkan lingkungan atau alam, kebudayaan, realitas sosial dan lain sebagainya untuk memberi makna terhadap filsafatnya.
Begitu pula manusia Aplim Apom memiliki filsafat hidup yakni ok adalah salah satu dasar filsafat yang dipahami dan dihidupi oleh manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang. Sebab ok sebagai manifestasi manusia Aplim Apom sekaligus filosofis kehidupan dapat menuntun mereka menjadi manusia sejati dan bijaksana.
Manusia Aplim Apom menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan sehari-hari serta ok melampaui atau wujud tertinggi bagi mereka sehingga dihidupi kemudian dihayati sebagai kebijaksanaan hidup.