Catatan Antropologis Alam Pikiran Manusia Papua (3) - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Catatan Antropologis Alam Pikiran Manusia Papua (3)

Ben Senang Galus, penulis buku Lubang Hitam Kebudayaan Papua, tinggal di Yogyakarta. Foto: Istimewa

Loading

Oleh Ben Senang Galus

Penulis buku Lubang Hitam Kebudayaan Papua, tinggal di Yogyakarta

MANUSIA Papua percaya bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta dan pusat segala kehidupan karena sebelumnya semuanya terjadi di dunia ini Tuhan-lah yang pertama kali ada. Pusat yang dimakud di sini dalam pengertian ini adalah yang dapat memberikan penghidupan, keseimbangan, dan kestabilan. Juga yang dapat memberi kehidupan dan penghubung dengan dunia atas. 

Pandangan orang  yang demikian biasa disebut “kami (saya) dengan Tuhan”, yaitu pandangan yang beranggapan bahwa kewajiban moral manusia adalah mencapai harmoni dengan kekuatan tertinggi dan pada kesatuan tetinggi itulah manusia menyerahkan diri selaku “kami (saya)” terhadap Tuhan-nya.

Niels Mulder (1973) mengatakan, pandangan hidup merupakan suatu abstraksi dari pengalaman hidup. Pandangan hidup adalah sebuah pengaturan mental dari pengalaman hidup yang kemudian dapat mengembangkan suatu sikap terhadap hidup.

Menurut pandangan hidup orang Papua, realitas yang mengarah kepada pembentukan antara alam nyata, masyarakat, dan alam adikodrati yang dianggap keramat atau sakral. Manusia Papua percaya bahwa kehidupan mereka telah ada garisnya. Mereka hanya menjalankan.

Makrokosmos dan mikrokosmos

Dalam pandangan manusia Papua, dasar kepercayaan atau keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini pada hakekatnya adalah satu atau merupakan kesatuan hidup (satunya hati dan pikiran dengan Tuhan). Tuhan sebagai sang pencipta memandang kehidupan manusia selalu terpaut erat dalam kosmos alam raya Papua. Dengan demikian kehidupan manusia merupakan suatu perjalanan yang penuh dengan aneka pengalaman religius.

Alam pikiran Manusia Papua merumuskan kehidupan manusia berada dalam dua kosmos (alam) yaitu makrokosmos dan mikrokosmos. Makrokosmos dalam pikiran orang adalah sikap dan pandangan hidup terhadap alam semesta yang mengandung kekuatan supranatural dan penuh dengan hal-hal yang bersifat misterius. 

Sedangkan mikrokosmos dalam pikiran orang  adalah sikap dan pandangan hidup terhadap dunia nyata. Tujuan utama dalam hidup adalah mencari serta menciptakan keselarasan atau keseimbangan antara kehidupan makrokosmos dan mikrokosmos.

Dalam makrokosmos pusat alam semesta adalah Tuhan. Alam semesta memiliki hirarki yang ditunjukkan dengan adanya jenjang alam kehidupan orang dan adanya tingkatan dunia yang semakin sempurna (dunia atas-dunia manusia-dunia nyata). Alam semesta terdiri dari empat arah utama ditambah satu pusat yaitu Tuhan yang mempersatukan dan memberi keseimbangan.

Sikap dan pandangan terhadap dunia nyata (mikrokosmos) adalah tercermin pada kehidupan manusia dengan lingkungannya, susunan manusia dalam masyarakat, tata kehidupan manusia sehari-hari dan segala sesuatu yang nampak oleh mata. Dalam menghadapi kehidupan manusia yang baik dan benar di dunia ini tergantung pada kekuatan batin dan jiwanya.

Bagi orang Papua, pusat di dunia ada pada makrokosmos dan mikrokosmos. Tuhan adalah pusat makrokosmos sedangkan manusia adalah perwujudan Tuhan di dunia sehingga dalam dirinya terdapat keseimbangan berbagai kekuatan alam. Jadi manusia adalah pusat komunitas di dunia seperti halnya “kepala suku” menjadi mikrokosmos dari Tuhan dengan honai sebagai kediaman kepala suku. 

Honai (rumah khas Papua) merupakan pusat keramat kerajaan kepala suku dan bersemayamnya roh leluhur karena kepala suku merupakan sumber aneka kekuatan kosmis yang mengalir ke daerah dan membawa ketentraman, keadilan, dan kesuburan.

Orang  percaya bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta dan pusat segala kehidupan karena sebelumnya semuanya terjadi di dunia ini Tuhanlah yang pertama kali ada. Pusat yang dimaksud dalam pengertian ini adalah yang dapat memberikan penghidupan, keseimbangan, dan kestabilan, keamanan yang dapat juga memberi kehidupan dan penghubung dengan dunia atas. 

Alam pikiran makrokosmos dan mikrokosmos manusia Papua secara natural, terdapat dua pandangan. Pertama, spiritualitas. Sejak zaman awal kehidupan (sebelum agama monisme hadir di Papua), masyarakat telah memiliki sikap spiritual tersendiri. 

Telah disepakati di kalangan sejarawan bahwa, pada zaman  kuno, masyarakat menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Yang terjadi sebenarnya adalah masyarakat saat itu telah memiliki kepercayaan akan adanya kekuatan yang bersifat: tak terlihat (gaib), besar, dan menakjubkan. Mereka menaruh harapan agar mendapat perlindungan, dan juga berharap agar tidak diganggu kekuatan gaib lain yang jahat (roh-roh jahat).

Orang Papua kali pertama menginjakkan kakinya di tanah Papua membawa konsep tentang kekuatan-kekuatan gaib. Kerajaan-kerajaan yang berdiri memunculkan figur kepala suku yang dipercaya sebagai dewa atau titisan dewa. Maka berkembanglah budaya untuk patuh pada kepala suku. 

Kepala suku diposisikan sebagai ‘pendeta atau imam’ yang berperan sebagai pembawa esensi kedewataan di dunia Papua. Selain itu berkembang pula sarana komunikasi langsung dengan Tuhan (sang pemilik kekuatan, sang Pengada), yaitu dengan laku spiritual khusus seperti tindakan menghormati sungai, hutan, batu, laut, dan seluruh makhluk ciptaan Tuhan.

Kedua, mengenai manusia, masyarakat Papua  percaya bahwa manusia (dan segala hal yang ada di dunia) pada mulanya diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Kehidupan manusia di dunia ini hanyalah sementara saja. Jika diibaratkan, kehidupan di dunia itu bagai seorang musafir yang hanya mampir sesaat untuk minum atau beristirahat. Artinya, kehidupan manusia di dunia ini bukanlah tujuan akhir. 

Walau begitu, orang  percaya bahwa manusia juga mengemban tugas untuk berbuat sesuatu guna menyemarakkan dan memperindah dunia ini. Setiap orang mengemban tugasnya dengan cara yang berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan yang ditetapkan oleh Sang Pencipta atas masing-masing orang. Ada yang menjadi petani, pekebun, peternak, wirausahawan, kepala suku, rakyat, dan lain-lain.

Dengan bekerja sebaik-baiknya sesuai peran yang telah ditetapkan bagi masing-masing orang itu, seseorang berarti telah menjalankan tugas sesuai perintah sang pencipta. Seiring dengan itu, manusia juga diharapkan agar menjalani hidup sesuai dengan hukum alam. Melawan atau terlebih lagi merusak tatanan alam hanya akan mendatangkan malapetaka saja.

Selanjutnya, terdiri dari dua unsur yaitu unsur lahir dan batin. Unsur lahir adalah badan (lahiriah) manusia. Sedangkan unsur batin manusia adalah jiwa. Keduanya, segi lahir dan batin, bersatu dalam diri manusia (jiwa berbadan dan badan berjiwa). Kita mengenal seseorang pertama-tama memang melalui segi lahirnya yang berupa tindakan-tindakan, gerakan-gerakan, omongannya, dan sebagainya. 

Namun di belakang semua unsur itu, terselubunglah segi batinnya. Dan segi batin inilah yang bagi orang  merupakan realitas manusia yang sesungguhnya. Segi lahir manusia hanya merupakan ungkapan dari segi batinnya (Bagian ketiga). 

Tinggalkan Komentar Anda :