Oleh Nawangwulan Chayaristi, S.Pd
Guru SMP Negeri 1 Nubatukan, Lewoleba, Lembata, NTT
PANDEMI Covid-19 hingga kini, masih menyandera dan menyekap dunia secara global. Indonesia juga tak luput dari sergapan virus mematikan ini. Salah satu dampak yang dialami langsung masyarakat adalah tidak efektifnya pembelajaran di sekolah. Aktivitas belajar mengajar sebelum pandemi dijalankan secara full time, kini di masa pandemi hanya paruh waktu.
Praktis pembelajaran di sekolah-sekolah dilaksanakan secara daring. Dengan sumber bahan belajar yang terbatas, ditambah jaringan intenet dan pulsa data yang minim, pembelajaran dari rumah menjadi kurang maksimal. Para pelajar yang memiliki fasilitas yang memadai sekalipun dipastikan belum membantu mereka untuk bisa mengikuti pembelajaran secara efektif.
Sistem pembelajaran berubah drastis. Mengapa? Sekolah-sekolah yang siswa atau guru terpapar virus Covid-19, maka secara kelembagaan guru dan siswa tidak diperkenankan menjalankan pembelajaran tatap muka. Sebaliknya, sekolah yang belum ada siswa atau gurunya terpapar memberlakukan sistem belajar dengan ketentuan dari pemerintah. Penerapan pembelajaran di sekolah tergantung zona Covid-19 yang ada di daerah tersebut.
Kondisi ini mendorong pihak sekolah untuk menerapkan pembelajaran dengan sistem sift, aplusan. Ada proses belajar mengajar pagi dan siang. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kerumunan di sekolah-sekolah dalam jumlah yang besar. Baik guru maupun siswa mengalami dilema. Sebab, dalam pembelajaran tatap muka, kebanyakan siswa jarang mencatat materi yang dijelaskan oleh guru. Dikhawatirkan pada pembelajaran daring kemungkinan ini lebih tinggi.
Semisal membuat catatan atas materi yang dijelaskan oleh guru dalam pembelajaran.Kebanyakan siswa tidak melakukannya. Jika demikian, barangkali pembelajaran kurang menarik. Apabila pembelajaran dilaksanakan secara online atau daring, maka persentase tidak mencatat kemungkinan semakin tinggi. Oleh karena itu, guru dituntut untuk semakin kreatif dalam menumbuhkan inovasi baru agar siwa-siswi dapat semakin tertarik dan memiliki minat yang tinggi mengikuti pembelajaran, juga bisa membuat catatan yang bisa mereka pahami.
Guru berharap, meskipun pembelajaran dilangsungkan secara daring dari rumah, para siswa masih dapat menangkap materi yang diberikan dengan baik. Dengan demikian, kepala sekolah dan para guru di setiap satuan pendidikan level mana pun, dituntut untuk menghadirkan inovasi baru. Hal ini dimaksudkan agar proses pembelajaran dapat berjalan efektif demi menarik minat siswa untuk belajar secara daring.
Namun, tak semua guru di semua jenjang pendidikan memiliki pemahaman yang baik mengenai inovasi terbaru dalam melakukan pembelajaran yang dilangsungkan secara daring atau online. Kebanyakan dari mereka masih belum bisa menyesuaikan diri karena terkendala sarana dan prasarana. Selain itu, kemampuan literasi digital guru di NTT yang masih rendah.
Fakta ini diakui Linus Lusi, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Timur. Menurutnya, tingkat literasi digital guru di NTT masih sangat rendah, bila dibandingkan dengan provinsi lainnya. Dengan demikian, pemerintah melalui dinas pendidikan dan kebudayaan sangat mendukung untuk digalakkannya perbaikan kualitas pendidikan dan peningkatan mutu literasi digital di kalangan para guru (Timex, 29/3).
Menyikapi PTM Terbatas
Surat Edaran (SE) Mendikbudristek Nomor 2 Tahun 2022 tentang Diskresi Pelaksanaan Keputusan Bersama Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 menyebut, Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas dapat dilaksanakan dengan jumlah peserta didik 50 persen dari kapasitas ruang kelas pada satuan pendidikan.
Penegasan dalam edaran di atas mengakibatkan pembelajaran tidak berjalan maksimal. Mengapa? Karena pembelajaran yang terbatas dalam ruang maupun waktu. Apalagi untuk mata pelajaran Matematika yang merupakan ilmu eksakta di mana para pelajar harus ekstra dalam memberikan materi di kelas. Hal ini terjadi di sekolah penulis SMP Negeri 1 Nubatukan, Lewoleba, Lembata di mana pembelajaran dilakukan secara terbatas dengan sistem sift.
Melihat kondisi faktual yang terjadi, maka seorang pendidik mesti lebih kreatif dalam mencari solusi dengan membuat strategi pembelajaran yang tepat untuk peserta didik. Saat ini, ada begitu banyak modelpembelajaran yang bisa diakses untuk digunakan pendidik agar situasi dan kondisi pembelajaran di kelas maupun secara daring menjadi lebih efektif, meskipun terkendala dengan berbagai macam kekurangan dan keterbatasan.
Salah satu model pembelajaran yang penulis gunakan adalah perpaduan antara model Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan Technological Pedagogic Content Knowledge (TPACK). Model pembelajaran ini, ketika digunakan dalam proses pembelajaran online, akan sangat membantu para peserta didik, untuk mempelajari materi Matematika yang dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka dan dipadukan dengan teknologi dan aplikasi tertentu dalam pembelajarannya.
Penulis melakukan pembelajaran dengan membahas materi teorema Pythagoras. Penulis menyiapkan pembelajaran dengan soal-soal yang dikaitkan dengan kehidupan nyata dan menggunakan aplikasi game seperti quiz dan wordwall. Penulis memandang bahwa dengan model pembelajaran seperti ini apalagi untuk mata pelajaran Matematika, sangat membantu anak untuk memahami isi materi yang disampaikan.
Materi pelajaran akan lebih mudah tersampaikan dan mudah dipahami oleh peserta didik. Selain itu, peserta didik dilatih untuk berpikir tingkat tinggi yaitu high order thinking skills (HOTS) sebagai upaya peningkatan kualitas pembelajaran dan meningkatkan kualitas lulusan. Sebab, kualitas pembelajaran di kelas, pada gilirannya menghasilkan kualitas lulusan yang baik.
Kita juga tahu bahwa anak-anak zaman sekarang, lebih senang bermain gadged atau android dari pada membuka buku untuk belajar. Buku-buku pelajaran yang tersedia pun menyajikan materi dengan penggunaan bahasa-bahasa kerap terlalu tinggi dan kurang relevan dengan konsdisi banyak peserta didik mengalami kesulitan dalam memahaminya.
Oleh karena itu, guru dapat mendesain Unit Kegiatan Belajar Mandiri (UKBM) yang berisi satuan pelajaran yang kecil, yang disusun secara berurutan dari yang mudah sampai ke yang sukar. Bahasa yang digunakan pun lebih mudah dipahami oleh peserta didik. Dengan demikian, penulis memandang bahwa metode TPACK cocok diterapkan pada anak-anak di zaman sekarang, seperti di SMP Negeri 1 Nubatukan, tempat penulis bekerja.
Akan tetapi, yang menjadi kendala adalah buruknya jaringan internet atau paket data peserta didik yang terbatas. Oleh kerena itu, para guru dan pendidik bisa membuat pembelajaran yang semenarik mungkin dengan memanfaatkan model PBL dan TPACK agar peserta didik memiliki ketertarikan dan minat belajarnya semakin ditingkatkan.
Miris, melihat anak-anak menghabiskan waktu berjam-jam bermain game dan menghabiskan banyak data. Penulis menyarankan agar didorong untuk bermain game Matematika yang lebih bermanfaat. Sangat diharapkan kerja sama dari para orang tua agar bisa mendukung dan memantau anak-anaknya untuk kemajuan pembelajaran mereka. Semoga pendidikan di Lembata bisa semakin berkembang menjadi lebih baik. Salam literasi.