BIAK, ODIYAIWUU.com — Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua bisa dievaluasi dan diperpanjang. Perintah UU Otsus terkait perlindungan atau proteksi, keberpihakan, dan pemberdayaan terhadap masyarakat adat, orang asli Papua (OAP).
Perintah tersebut terdapat dalam Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Provinsi Papua Nomor 22 Tahun 2008 tentang Perlindungan dan Pemeliharaan Sumber Daya Alam Masyarakat Hukum Adat Papua. Kemudian Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Provinsi Papua Nomor 23 Tahun 2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah.
“Perintah Perdasus Nomor 22 dan 23 Tahun 2008 yaitu bupati dan walikota di seluruh tanah Papua harus membentuk tim untuk melakukan kajian terhadap masyarakat hukum adat tentang data spasial dan juga data sosial,” ujar Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, SE, MSi saat berlangsung Rapat Kerja (Raker) Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Biak Numfor di Biak, kota Kabupaten Biak Numfor, Papua Jumat (8/7).
Menurut Awoitauw, data spasial itu menyangkut tata ruang kelola masyarakat hukum adat dan kepemilikannya. Sedangkan data sosial meliputi profil berapa banyak masyarakat adat, suku, dan marganya yang selama ini misalnya hanya sebatas cerita lisan dari waktu ke waktu atau generasi ke generasi. Nah, dengan Undang-Undang Otsus ini data tata kelola masyarakat hukum adat serta data sosial dipetakan melalui Perda Kabupaten/Kota di tanah Papua agar memiliki kepastian hukum.
“Di dalamnya juga ada kampung-kampung adat yang jauh sebelum pemerintahan formal sudah memiliki sistem pemerintahan lebih dahulu. Termasuk struktur kampung adat, pembagian tugas, dan kepemilikan wilayah masyarakat adat sebelum negara atau agama hadir,” kata Awoitauw.
Ia menambahkan, semua itu harus didokumentasikan sesuai amanat Undang-Undang Otsus agar masyarakat memiliki alas hak terhadap kepemilikan. Misalnya seperti apa profil kampung, data demografi, berapa orang yang sekolah dan putus sekolah atau kuliah dan putus kuliah.
“Kemudian apa saja marga yang tinggal dalam kampung adat itu. Apa saja yang ada di situ, harus dipastikan karena itu isi dari Undang-Undang Otsus tentang keaslian orang Papua,” lanjut Awoitauw.
Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Biak Numfor sebelumnya berkunjung ke Kabupaten Jayapura dan mengundang Bupati Awoitauw hadir menyapa dan memberikan pokok-pokok pikiran kepada warga masyarakat Biak Numfor saat berlangsung Raker LMA Biak Numfor dalam rangka pembahasan Raperda tentang Pemberdayaan Masyarakat Adat Biak Numfor.
Dalam ruang diskusi dan sharing bersama masyarakat adat Biak, Mathius menjelaskan mengenai implementasi Undang-Undang Otsus Papua di Kabupaten Jayapura sebagaimana tertuang dalam visinya mengangkat jati diri masyarakat adat.
“Ya, kita dapat undangan dari masyarakat adat di Biak, bertukar pikiran, sharing Bersama. Kita bersyukur, di Kabupaten Jayapura sudah ada peraturan daerah mengenai masyarakat hukum adat. Ada kampung adat dan itu laksanakan semata-mata karena perintah Undang-Undang Otsus sebagaimana tertuang dalam Perdasus,” katanya.
Kampung adat yang dicanangkan di Kabupaten Jayapura, lanjut Awoitauw, tidak hanya perintah Undang-Undang Otsus tetapi juga perintah Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Desa.
“Kita sudah dorong buat Perdanya kemudian di provinsi sudah dibuat Perdasi. Sekarang tinggal menunggu kodefikiasi dari pemerintah pusat dalam waktu dekat. Ini pertama pertama kali di Indonesia kodefikiasi untuk 14 kampung adat di Kabupaten Jayapura,” ujar Awoitauw, yang juga Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai NasDem Provinsi Papua.
Regulasi di tingkat kabupaten/kota, memberi kepastian perlindungan dan orang Papua saat ini dan di masa akan datangg. Sebagia contoh, jika ada investasi masuk di sestor apapun itu dapat bertemu langsung dengan masyarakat adat yang tentu sudah miliki kepastian hukumnya.
Untuk itu sangat disayangkan jika ada pro kontra mengenai Undang-Undang Otsus di tengah masyarakat. Padahal, hanya melalui Undang-Undang Otsus inilah ada ruang perlindungan atau proteksi sehingga harus terus perjuangkan.
Menurutnya, Undang-Undang Otsus tersebut dahulu disusun orang-orang hebat Papua. Ada Pak Frans Wospakrik, Pak Barnabas Suebu, Pak Jap Solosa, dan tim Uncen yang handal, LSM, dan masyarakat adat. Meskipun masih ada kekurangannya tetapi menurut saya Undang-Undang itu luar biasa. Di luar dari itu orang Papua tidak punya kepastian hukum terhadap hak-haknya.
“Nah ini yang perlu kita terus diskusikan untuk membuat regulasi di kabupaten kota masing-masing seperti di Biak, Supiori dan seterusnya. DPR bersama pemerintah daerah dan masyarakat adat harus lakukan itu karena perintah Undang-Undang Otsus Papua,” urai Awoitauw.
Bupati Awoitauw mengharapkan, semua komponen masyarakat adat Biak bersatu dan tetap menjaga soliditas. Juga menyatukan pemahaman, persepsi dan tidak mudah terpecah belah oleh kepentingan apapun.
“Otsus Papua ada untuk itu, bukan uangnya. Otsus memberi perlindungan dan kepastian terhadap jati diri masyarakat adat Papua, memberi ruang kewenangan untuk menggali dan merumuskannya demi kemajuan Papua,” lanjutnya.
Pihaknya mengharapkan agar melalui pertemuan tersebut, ada ruang mengurai kekakuan-kekakuan yang ada dengan hati tulus, sebagaimana masyarakat adat. “Ada nilai kasih dan persaudaraan yang mempersatuakan. Kita bicara dengan jujur dan tulus. Saya yakin Biak dan wilayah Saireri akan bangkit seperti dulu dan melahirkan pula banyak orang hebat,” katanya. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)