JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Gelombang penolakan warga masyarakat Deiyai dan wasyarakat serta sejumlah elemen lain di Papua terkait langkah pemerintah pusat membentuk daerah otonom baru (DOB) ditindaklanjuti pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Deiyai.
Tak hanya aspirasi warga Deiyai terkait rencana pembentukan DOB, tetapi aspirasi penolakan terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua, juga diteruskan kalangan wakil rakyat Deiyai ke Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).
“Masyarakat Kabupaten Deiyai menolak rencana pemekaran daerah otonomi baru, termasuk Provinsi Papua Tengah dan meminta agar pemerintah segera mencabut Otonomi Khusus Jilid II,” ujar Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Deiyai Petrus Bodokapa kepada Odiyaiwuu.com usai menyerahkan aspirasi warga Deiyai di Kantor DPR Papua, Jayapura, Selasa (17/5).
Menurut Badokapa, aspirasi murni warga Deiyai menolak rencana DOB dan Otsus Jilid direspon lalu ditindaklanjuti DPRD Deiyai lalu meneruskan ke DPRP secara kelembagaan untuk selanjutnya diteruskan kepada pemerintah pusat. Asprasi warga tersebut berasal dari 33 marga di Deiyai.
“Aspirasi ini murni masyarakat tanpa ditunggangi pihak lain sehingga kami antar langsung. Aspirasi ini tidak kami tambah atau kurangi banhkan ubah karena merupakan aspirasi murni masyarakat. DPRD Deiyai secara kelembagaan tidak memprovokasi masyarakat. Ini aspirasi murni masyarakat akar rumput. Karena itu hari ini kami serahkan langsung kepada Wakil Ketua I DPR Papua Bapak Yunus Wonda,” kata Badokapa lebih jauh.
Komitmen Badokapa meneruskan aspirasi penolakan warga Deiyai diwujudkan setelah menerima aksi unjuk rasa warga pada Selasa (10/5) lalu. Saat itu, ribuan warga menyambangi Gedung DPRD setempat menyatakan sikap menolak kelanjutan pemberlakuan Otsus Jilid II di atas tanah Papua. Kala itu, massa terkonsentrasi di tiga titik yaitu pertigaan Yomeni, perempatan Itakebo, dan perempatan jalan bandara lalu berkumpul di lapangan Thomas Adii sebelum menyambangi gedung DPRD Deiyai.
Kordinator Umum Mikael Pekei mengemukakan, pemberlakuan Otsus II dan rencana pemekaran daerah otonomi baru merupakan kepentingan pemerintah pusat. Seluruh masyarakat Deiyai hingga akar rumput menolak seratus persen Otsus Jilid II dan DOB di seluruh wilayah tanah Papua. “Pemekaran DOB dan kelanjutan Otsus Jilid II bukan solusi dari konflik yang terus terjadi di Tanah Papua,” ujar Mikael Pekei di Waghete, kota Kabupaten Deiyai, Selasa (10/5).
Selaku Ketua DPRD Deiyai, Badokapa sigap dan menerima aspirasi dan berjanji meneruskan kepada DPR Papua untuk diteruskan kepada pemerintah pusat. “Aspirasi tentang Otsus Jilid II dan DOB di seluruh wilayah tanah Papua itu jauh sebelumnya kami sudah sampaikan, baik dalam pertemuan resmi bersama DPR RI di Timika dan Nabire serta beberapa kali melalui media,” ujar Badokapa kala itu.
Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani, Senin, (25/4) menerima delegasi pimpinan Majelis Rakyat Papua dan Majelis Rakyat Papua Barat.
“Materi yang dibicarakan terkait dengan UU Otsus (otonomi khusus) dengan pemekaran dan sebagainya. Itu sudah disampaikan, dijawab oleh Presiden. Sekarang ada yang menguji materi di MK dan kita hargai proses hukum itu dan kita akan ikuti dan tentu saja pada akhirnya akan berujung pada vonis MK nantinya,” kata Mahfud.
Menurut Mahfud, terkait pemekaran daerah di Papua, pemerintah menyadari adanya pro kontra. Namun menurutnya pro-kontra tersebut merupakan hal yang biasa. “Soal daerah otonomi daerah baru atau pemekaran di Papua, memang terjadi pro kontra, ada yang setuju, ada yang tidak tapi tidak ada sesuatupun di negeri ini yang langsung disetujui oleh semua orang,” kata Mahfud lebih jauh.
Jaleswari mengatakan, pemerintah terus membangun dialog dengan Majelis Rakyat Papua dan Papua Barat, terkait pembentukan Daerah Otonomi Baru. “Kehadiran kedua lembaga kultural di Istana Kepresidenan merupakan wujud komitmen Presiden Joko Widodo untuk terus membangun diskusi dan dialog dalam membangun Indonesia, termasuk Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua,” kata Jaleswari di Jakarta, Senin (25/4).
Jaleswari menegaskan, pembentukan daerah otonomi baru di Papua merupakan isu strategis pemerintahan, yang bertujuan untuk menjawab masalah kemiskinan, percepatan pembangunan kesejahteraan rakyat, dan pembangunan di daerah.
Kebijakan DOB, kata Jaleswari, juga untuk memperpendek jangkauan pelayanan publik, mempercepat pembangunan, memotong kemahalan dan menyelesaikan kesulitan akses pelayanan publik dari Kabupaten ke tingkat provinsi. Dalam konteks pembangunan Papua dan Papua Barat, kebijakan ini untuk menjamin pemerataan kesejahteraan dan pembangunan Papua dengan mempertimbangkan kondisi geografis.
“Misalnya masyarakat wilayah pegunungan dengan jalur transportasi udara yang sulit dan mahal tidak perlu bersusah payah ke Jayapura untuk mendapatkan layanan administrasi yang hanya tersedia di tingkat ibukota provinsi,” katanya.
Jaleswari menambahkan, komitmen Presiden dalam menciptakan pembangunan yang Indonesia-sentris telah menitikberatkan pada pembangunan di Papua, yang tertuang dalam Inpres Nomor 9 tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejateraan Masyarakat Papua, dan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua.
“Bapak Presiden minta betul-betul agar dilakukan sebuah semangat baru, sebuah paradigma baru, sebuah cara kerja baru untuk pembangunan di tanah Papua,” kata Jaleswari. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)