KURUN waktu 2007 hingga 2009, Johannes Supriyono mengakrabi sejumlah wilayah di Meepago. Pada 23 Juni 2007, pertama kali menginjakkan kaki di Nabire, salah satu kabupaten yang berada di wilayah adat Meepago. Wilayah adat ini merliputi Kabupaten Nabire, Mimika, Dogiyai, Deiyai, Paniai, dan Intan Jaya.
Supriyono mendapat tugas dari Serikat Jesuit (SJ) membina anak-anak di Asrama Teruna Karsa. Asrama ini merupakan salah satu karya Yesuit di Papua. Selain menjadi pembina asrama anak-anak sekolah yang mayoritas orang asli Papua (OAP), ia juga mengajar di SMA YPPK Adhi Luhur Nabire sebagai guru Bahasa Indonesia dan Sosiologi.
Setelah Supriyono mundur dari SJ ia melanjutkan studi Program Pascasarjana pada Departemen Antropologi Universitas Indonesia (UI) tahun 2010-2012. Pengalaman selama dua tahun di tanah Papua, khususnya di wilayah Meepago, kian mendorongnya menggeluti riset kemudian lahir sejumlah artikel dan buku.
Supriyono berhasil menulis artikel di jurnal Ultimahumaniora, Tifa (Universitas Negeri Papua), jurnal Antrop0logi Indonesia (Universitas Indonesia). Sejumlah artikelnya dimuat pula di Suara Perempuan Papua dan Tabloit Jubi (Papua). Beberapa artikelnya juga masuk dalam buku Memoria Indonesia Bergerak (Megawati Institute), Filsafat Eksistensialisme Jean Paul Sartre (Kanisius, 2011).
Selama di Nabire, Supriyono menulis catatan hariannya, Melangkah ke Dunia Luas, Impian dan Pergulatan Anak-anak Papua (Lembaga Pendidikan Papua, 2010). Ia juga menulis buku Pendidikan Nilai: Panduan Praktis untuk Keluarga dan Sekolah (2020).
Perjumpaan Supriyono dengan Papua selama dua tahun dan minatnya yang kuat atas Papua, khususnya wilayah Meepago, menguak lebih dalam berbagai potensi yang dimiliki Papua, potongan surga yang jatuh di bumi, khususnya wilayah Meegapo dan sekitarnya. Papua sangat potensial di berbagai sektor, tak terkecuali pertanian.
Redaksi Odiyaiwuu.com menurunkan serial Sagu dan Beras: Ketersingkiran dan (Kemungkinan) Kebangkitan Pangan Lokal karya Johannes Supriyono, antropolog yang pernah menyambangi sejumlah kampung di wilayah adat Meepago. Catatan serial ini menjadi persembahan antropolog dalam diskusi-diskusi produktif bagi masyarakat tanah Papua, khususnya di wilayah Meepago dan kalangan intelektual Papua di daerah. Silahkan mengikuti serial yang akan diturunkan media ini. Selamat membaca. Semoga bermanfaat. Wa wa wa……. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)