Anggota DPR Yan P. Mandenas: Ada Asa di Balik Perubahan Kedua UU Otsus Papua - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Anggota DPR Yan P. Mandenas: Ada Asa di Balik Perubahan Kedua UU Otsus Papua

Wakil Ketua Panitia Khusus Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua DPR RI Yan Permenas Mandenas. Sumber foto: wartakota.tribunnews.com, 13 Juni 2020

Loading

JAKARTA, ODIYAIWUU.com – Wakil Ketua Panitia Khusus Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua DPR RI, Yan Permenas Mandenas mengemukakan, ada harapan besar di balik Perubahan Kedua atas UU Otsus Papua yang tengah digodok Pansus Otsus Papua DPR RI. Pembahasan RUU tersebut sudah masuk tahap pengambilan keputusan.

“Tentu, berbagai dinamika telah dilalui, baik pro maupun kontra terkait Perubahan Kedua terhadap UU ini. Adalah hal yang biasa dalam konteks kita bernegara. Perubahan yang dilakukan sudah melalui mekanisme yang konstitusional,” kata Yan Mandenas dalam keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com di Jakarta, Selasa (13/7).

Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR Dapil Papua ini menambahkan, sejak Pansus dibentuk, telah lakukan berbagai agenda konsultasi dan komunikasi publik. Konsultasi itu khususnya dengan berbagai pihak berkepentingan, mulai di Papua dan Papua Barat, guna menampung aspirasi, termasuk mengundang elemen mahasiswa, pemuda dan tokoh-tokoh masyarakat. Konsultasi tersebut untuk meminta pendapat dan masukan terkait agenda perubahan atas UU ini.

Yan Mandenas mengaku, pihak Pansus juga mengundang beberapa kementerian terkait pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) guna mendengar pikiran dan pendapat mereka, agar kedepan ada sinkronisasi program lintas kementerian dalam pelaksanaan UU Otsus di Papua. Selama ini publik pasti tahu Pansus Otsus Papua terbuka kepada semua elemen masyarakat Papua guna memberi masukan terkait agenda perubahan tersebut.

Ia mengatakan, agenda perubahan UU Otsus Papua tersebut merupakan bagian dari kolaborasi bersama, baik pemerintah maupun DPR RI dalam perumusannya. Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri, awalnya hanya akan merevisi tiga pasal yakni Pasal 1, 34, dan 76. Namun, berdasarkan masukan dan pendapat dari Pansus serta melihat dinamika di masyarakat, pemerintah membuka diri dan menetapkan perubahan terhadap sembilan belas pasal, yakni tiga pasal usulan pemerintah dan enam belas pasal di luar usulan pemerintah.

Penambahan jumlah pasal yang diubah menunjukkan, baik pemerintah dan DPR terbuka dan mendengar aspirasi masyarakat. Pihaknya mengakui, tidak semua aspirasi yang muncul itu bisa diakomodir, tetapi paling tidak ada beberapa aspirasi yang bisa diterima. Hal itu menunjukkan, ada komitmen kuat dan usaha bersama dari negara berpihak pada kepentingan dan persoalan substansial orang asli Papua.

Dalam hal afirmasi di bidang politik, ujarnya, melalui perubahan kedua ini, kedepan partisipasi politik orang asli Papua melalui jalur pengangkatan akan berlaku hingga level kabupaten/kota. Jika dahulu DPRD melalui mekanisme pengangkatan hanya ada di provinsi, pasca perubahan kedua, sistem itu akan berlaku juga di kabupaten/kota.

“Selain memberikan perlindungan bagi hak politik orang asli Papua, kebijakan ini juga akan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada orang asli Papua berpartisipasi dalam bidang legislatif. Karena itu, akan ada perubahan nama atau nomenklatur dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK). Ini berlaku di semua provinsi di Papua,” Yan Mandenas, anggota Komisi I DPR bidang Pertahanan.

Alokasi dana otsus

Selain di bidang politik, Yan Mandenas mengemukakan, ada kebijakan baru di bidang pendidikan dan kesehatan yang berhasil didorong Pansus Otsus Papua. Fraksi Partai Gerindra, katanya, berhasil memasukkan ayat yang mengatur alokasi anggaran dari dana Otsus untuk membiayai hak pendidikan orang asli Papua hingga perguruan tinggi, termasuk alokasi khusus bagi pembiayaan kesehatan. Pihaknya berharap dana untuk kedua sektor ini memacu pembangunan kualitas manusia orang asli Papua di masa depan.

Sedangkan di bidang ekonomi, ada peningkatan dana Otsus, yang semula hanya 2 persen menjadi 2,25 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) serta perbaikan dalam tata kelola pemerintahan, yakni adanya penekanan pada aspek perbaikan koordinasi dan peningkatan pengawasan. Adapun pengawasan itu akan dilakukan DPR, DPD, Badan Pemeriksa Keuangan RI, dan Perguruan Tinggi. “Pansus juga mendorong agar kedepan pembangunan ekonomi di Papua diprioritaskan pada pembangunan di level kampung, mengingat orang asli Papua banyak berada di kampung-kampung,” ujarnya.

Selain itu, akan ada pembentukan suatu badan khusus yang berada di bawah Presiden guna melaksanakan sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi mengenai pelaksanaan Otsus Papua. Pihak Pansus Otsus Papua berharap melalui badan ini, pelaksanaan Otsus dan pembangunan di Papua akan semakin terintegrasi dan terarah.

Pansus bersama pemerintah juga telah menyepakati beberapa hal lain seperti adanya syarat bagi anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) harus bukan dari anggota partai politik. Begitu juga dengan syarat bagi anggota legislatif dari jalur pengangkatan. Kedua jalur khusus bagi orang asli Papua ini diharapkan bebas dari kepentingan partai politik, sehingga keduanya bisa bekerja secara bebas dan mandiri.

Berbagai upaya telah dilakukan guna maksimalkan peran Pansus mengawal proses Perubahan Kedua UU Otsus Papua. Namun, ia juga mengakui bahwa selama proses pembahasan hanya Pemprov Papua Barat yang aktif melakukan komunikasi ke pimpinan partai politik di Jakarta.

Sedangkan mayoritas elemen masyarakat Papua lebih banyak berbicara dan berkoar-koar di luar. Padahal, komunikasi yang intens oleh pemerintah daerah kepada pimpinan partai politik membantu mendorong masuknya aspirasi masyarakat pada agenda perubahan.

“Kondisi ini melahirkan kesan seakan-akan upaya dan niat baik pemerintah melalui agenda perubahan tidak mendapat respon baik pemerintah daerah dan masyarakat Papua. Padahal, substansi perubahan UU Otsus Papua ini adalah harapan sekaligus masa depan orang asli Papua,” katanya.

Selain pemerintah kabupaten, Pemprov Papua juga terkesan mengabaikan tanggung jawabnya untuk mengawal agenda perubahan kedua. Padahal, aspirasi rakyat Papua melalui suara pemerintah provinsi sangat dibutuhkan dalam rangka suksesnya proses perubahan. Ironisnya, ada lembaga yang lebih sibuk dengan agenda gugatan ke Mahkamah Konstitusi dan menuduh pemerintah dan DPR melanggar konstitusi. Padahal, Pansus bekerja sesuai mekanisme dan aturan.

“Proses perubahan kedua UU Otsus Papua sudah hampir mencapai tahap akhir. Sebentar lagi akan disahkan menjadi Undang-Undang melalui Rapat Paripurna DPR. Pansus berharap semua pihak menyudahi polemik maupun pertentangan pendapat mengenai agenda perubahan ini. Mari kita kawal bersama agar setelah disahkan pelaksanaannya berjalan sungguh-sungguh sesuai harapan dan kepentingan kita orang asli Papua,” tegas Yan Mandenas. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :