Anggota DPR Papua John Gobai Dorong Regulasi Tempat Sakral di Papua - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Anggota DPR Papua John Gobai Dorong Regulasi Tempat Sakral di Papua

Anggota DPR Papua John NR Gobai Sumber foto: dpr-papua.go.id

Loading

JAYAPURA, ODIYAIWUU.com – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) John NR Gobai mengemukakan, pihaknya mendorong regulasi terkait revisi dan regulasi budaya dan tempat sakral di Papua. Pokok-pokok pikiran wakil rakyat itu dituangkan secara tertulis saat berlangsung kegiatan yang diselenggarakan Balai Arkelogi Papua Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di Jayapura, Minggu (12/12 2021).

“Budaya adalah identitas, harga diri. Bicara budaya, kita bicara tujuh unsur budaya. Setelah mempelajari Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Nomor 16 Tahun 2008, kami menilai bahwa regulasi ini belum mengatur tujuh unsur kebudayaan secara lengkap Kemendikbudristek Indonesia,” kata John Gobai melalui keterangan tertulis kepada Odiyaiwuu.com dari Jayapura, Minggu (2/1).

Revisi dan regulasi budaya dan tempat sakral di Papua, ujar John Gobai, bertolak juga dari kosep budaya dan pemikiran Koentjaraningrat, antropolog kenamaan Indonesia. Konsep dasar kebudayaan Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem gagasan, dan tindakan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dimiliki manusia dengan belajar.

Unsur-unsur budaya menurut Koentjaraningrat, lanjut John, terdiri dari tujuh unsur di antaranya bahasa, sistem pengetahuan, sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial, peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup serta sistem religi dan kesenian. Bicara budaya maka kita akan bicara tentang tujuh unsur budaya.

“Saat ini adalah bagaimana budaya asli tetap eksis dalam dunia modern menghadapi berbagai stigma dengan menggunakan media yang ada dan teknologi baru. Di beberapa provinsi tempat sakral dilindungi dan dikembangkan sebagai potensi wisata, doa, dan lain-lain. Jika tempat lain bisa lalu bagaimana dengan Papua? Saya percaya pasti bisa. Ini poin pentingnya. Harus ada regulasi daerah yang menjadi pedoman,” lanjut John Gobai retoris.

Menurutnya, revisi dan regulasi budaya dan tempat sakral di Papua memiliki dasar hukum. Misalnya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6055).

Kemudian Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian Tradisi, Perlindungan Cagar Budaya dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Selain itu juga Undang-Undang Hak Cipta dan Merek serta kearifan lokal masyarakat adat sebagai muatan lokal di Papua sesuai Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.

Ia menambahkan, pihak-pihak yang terlibat dalam upaya perlindungan dan pengembangan yaitu masyarakat adat dan lembaga adat, pemerintah melalui organisasi perangkat daerah (OPD, lembaga lesgislatif, lembaga keagamaan, lembaga lesenian melalui Dewan Kesenian, swasta, sekolah dan perguruan tinggi serta pemuda.

John mengatakan, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi (Ranperdasi) tentang Tempat Sakral di Papua sangat urgen. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua, Pemerintah Kabupaten atau Kota dan pihak swasta serta setiap orang berkewajiban menghormati adanya benda benda dan tempat sakral berupa tanah, gunung, benda-benda, sungai atau tanaman yang diyakini oleh masyarakat adat Papua mempunyai nilai religi.

Masyarakat adat dan lembaga adat berkewajiban menginformasikan secara terbuka melalui papan pengumuman tentang adanya tempat keramat agar diketahui publik dan menetapkan sebagai cagar budaya. Pemprov Papua serta Pemkab atau Pemkot di Papua harus membentuk tim cagar budaya di Papua dan kabupaten/kota. “Apresiasi karya seni dilakukan melalui pagelaran, pameran, parade, festival, lomba, pasar seni, dan lain-lain,’ ujarnya.

Menurut John Gobai, dalam Perdasus Papua Nomor 16 tahun 2008 terkesan belum mengatur secara lengkap pelibatan kelembagaan baik lembaga adat, lembaga agama, badan atau lembaga kesenian serta perguruan tinggi. Padahal, diperlukan regulasi sehingga akan ada sinkronisasi kerja dan saling menunjang. Misalnya, siapa kerja apa dan di mana. berikut kepada siapa dan dengan siapa.

“Sejauh ini sudah ada pengaturan baru tentang kebudayaan yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Karena itu kami sedang mendorong perubahan Perdasus Nomor 16 tahun 2008,” kata John. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :