JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Aktivis Forum Anti Korupsi dan Masyarakat Sipil Papua Michael Himan dan Rudi Kogoya Selasa (19/7) mengadukan langsung Bupati Kabupaten Merauke Romanus Mbaraka dan dua anggota DPR RI Daerah Pemilihan Papua kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyusul beredarnya sebuah video di tengah masyarakat, khususnya masyarakat Papua.
Romanus Mbaraka dan dua anggota DPR RI asal Papua dilaporkan dua aktivis itu terkait dugan jual beli pasal terkait revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua dan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) Provinsi Papua Selatan kepada KPK.
“Kami baru saja melaporkan dugaan jual beli pasal dalam revisi UU Otsus Papua dan pembentukan daerah otonom baru Provinsi Papua Tengah. Kami minta agar Komisi Pemberantasan Korupsi segera bertindak cepat memanggil pihak-pihak terkait sebagaimana bukti yang sudah kami serahkan di KPK. Kami juga segera mengadukan kasus dugaan jual beli pasal antara pihak-pihak terkait kepada Mahkamah Kehormatan DPR dan Indonesia Corruption Watch,” kata Michael Himan kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Rabu (20/7).
Menurut Himan, pihak forum melakukan pengaduan, pelaporan dan meminta KPK mengusut dugaan suap berupa jual beli pasal dalam kebijakan pembentukan daerah otonomi baru di Papua. Fenomena suap menyuap dalam pengesahan UU, ujarnya, bukan hal baru dalam praktik legislasi negara.
Himan menambahkan, dugaan jual beli pasal dalam perubahan UU Otsus Papua hingga pengesahannya merupakan puncak dari praktik kotor yang terjadi selama ini. Dalam video rekaman yang beredar, Bupati Merauke Romanus Mbaraka menyampaikan langsung dugaan praktik jual beli pasal UU Otsus dan pembentukan DOB Provinsi Papua Selatan. Jika hal ini benar, patut diduga kontribusi elit Papua Tengah, Pegunungan Tengah, Papua Selatan terhadap elit-elit pusat tentu ada,” tandas Himan.
“Dugaan jual beli pasal antara politisi di pusat dan elit lokal Papua adalah agenda terselubung demi kepentingan tertentu. Masyarakat Papua disuguhkan proses perubahan UU yang tidak sesuai usulan masyarakat melalui DPR Papua dan Majelis Rakyat Papua. Substansinya pun banyak merugikan hak-hak orang asli Papua. Akhirnya lembaga-lembaga yang lahir dari Otsus di Papua tidak berfungs,” lanjut Himan.
Masyarakat tentu sangat dirugikan karena amandemen UU Otsus dan pembentukan daerah otonomi baru muncul dari kepentingan para elite politik nasional. Elite politik lokal yang menginginkan kekuasaan, sekadar bagi-bagi jatah dan menjadikan amandemen UU Otsus dan pemekaran daerah otonom baru di Papua pintuk masuk yang bertujuan mengeksploitasi sumber daya alam Papua.
“Dalam video berdurasi 2 menit 29 detik yang kami bawa ke KPK, Bupati Merauke Romanus bersama dengan DPR RI jelas secara janggal berupaya untuk melakukan revisi terhadap otonomi khusus Papua sehingga menyerahkan kendali kekuasaan ke Jakarta. Dalam video itu Romanus mengklaim telah memberikan sejumlah uang dengan nilai besar kepada beberapa anggota DPR RI guna menciptakan skema perubahan Otsus Papua dan penarikan kewenangan ke pusat untuk meloloskan Papua Selatan sebagai daerah otonomi baru,” kata Himan.
“Video ini juga menunjukkan bagaimana suara DPR Papua dan Majelis Rakyat Papua serta suara masyarakat dan orang asli Papua dibungkam terstruktur, sistematis, dan masif. Video itu sungguh membenarkan bahwa kebijakan pemekaran daerah otonom baru merupakan keinginan elite politik yang kental praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme,” tegasnya.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Komarudin Watubun dan Yan Permenas Mandenas segera dilaporkan Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) Indonesia dan Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.
“Kami segera melaporkan Komarudin Watubun dan Yan Mandenas ke KPK. Kami mendesak KPK berani mengungkap atau membongkar dugaan gratifikasi terkait lolosnya Undang-Undang Otonomi Khusus pemekaran Daerah Otonom Baru Provinsi di Papua. Kami juga mendukung keberanian dan kejujuran Bupati Merauke Romanus Mbaraka menjadi justice colaborator mengungkap dugaan gratifikasi dua oknum wakil rakyat itu,” ujar Ketua Kompak Indonesia Gabriel de Sola kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Jumat (15/7).
De Sola juga akan melaporkan Watubun, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Mandenas, politisi muda Partai Gerindra ke Majelis Kehormatan DPR atas kasus pelanggaran kode etik DPR terkait gratifikasi terkait lolosnya UU Otsus dan kehadiran DOB Provinsi Papua Tengah.
“Melalui sebuah video yang kami peroleh, Bupati Merauke Romanus Mbaraka mengaku secara terbuka dan jujur bahwa ada upaya dan kerja keras dirinya untuk melobi dan berkolaborasi dengan dua anggota DPR itu utuk meloloskan UU Otsus Papua hasil revisi dan DOB Provinsi Papua Selatan disertai dana sehingga wajib ditindaklanjuti KPK,” ujar de Sola lebih jauh.
Yan Mandenas meminta klarifikasi statemen Bupati Mbaraka yang menuding dirinya bersama Komarudin Watubun terkait gelontoran sejumlah biaya merealisasikan Papua Selatan sebagai daerah otonomi baru. Pihaknya secara tegas meminta Mbaraka menjelaskan ke publik sebagaimana terungkap dalam video yang beredar di media sosial.
Padahal, kata Mandenas, apa yang sudah dilakukan sudah maksimal sebagai wujud pertangung jawaban dirinya kepada rakyat Papua baik lewat revisi UU Otsus Papua dan RUU Pembentukan daerah otonom baru menjadi Undang-Undang.
“Apa yang dikatakan (Mbaraka) sama sekali tidak benar. Karena kami tidak pernah menerima apapun dari beliau. Kami ini berjuang untuk kepentingan Papua, bukan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan tertentu. Sehingga saya sudah beritahukan beliau via telpon seluler agar melakukan klarifikasi atas pernyataannya sehingga tidak menjadi polemik di tengah masyarakat,” ujar Mandenas kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Kamis (14/7).
Mandenas mengaku, selama menjadi Wakil Ketua Tim Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua dirinya sama sekali tidak menerima atau meminta biaya kepada siapapun. Mereka bekerja profesional sebagai wakil rakyat menampung aspirasi masyarakat dalam rangka merevisi RUU Otsus Papua, termasuk pembentukan DOB Provinsi di Papua agar lebih baik lagi ke depan dan mampu mensejahterakan masyarakat Papua.
“Apa yang kami lakukan di DPR Semua jelas terlihat. Kami siang malam membahas revisi UU Otsus dan DOB Provinsi di Papua untuk kepentingan rakyat. Apa yang disampaikan Bupati Merauke itu tidak benar,” kata Mandenas.
Anggota DPR RI Komarudin Watubun menegaskan, dalam video yang beredar ia menuding Bupati Merauke Romanus Mbaraka menyebar fitnah, melakukan pembohongan publik. Fitnah dimaksud yaitu Mbaraka menyebutkan dirinya menyerahkan sejumlah dana kepada Komarudin Watubun dan Yan Mandenas terkait perjuangan untuk menjadikan wilayah selatan Papua provinsi tersendiri.
“Tidak benar apa yang Bupati Merauke Romanus Mbaraka sampaikan. Semua bohong. Dia tidak pernah bertemu dengan saya dan Yan Mandenas seperti yang dia sampaikan melalui video yang beredar,” ujar Watubun mengutip papuainside.com di Jakarta, Selasa (19/7). (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)