Oleh Paskalis Kossay
Tokoh Katolik di Tanah Papua
INDONESIA adalah negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Data Badan Pusat Statistik (2024) mencatat, jumlah umat Muslim di Indonesia mencapai 87,2 persen, Protestan 6,9 persen, Katolik 2,9 persen serta Hindu 1,7 persen.
Indonesia dengan ideologi Pancasila menjamin dan mengakui adanya keberagaman serta pluralisme antar suku bangsa dan agama dapat tumbuh dan berkembang secara harmonis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Namun dewasa ini, kualitas keberagaman di Indonesia semakin menurun. Muncul gerakan intoleransi semakin kuat dan nyata di tengah perkembangan dunia yang hampir tak ada batasnya.
Banyak umat Kristen mengalami perlakuan tidak adil dalam hal beribadah, karena tempat ibadah (gereja) dibakar atau diusir paksa, bahkan izin pembangunan gereja pun dipersulit. Hal ini semua merupakan tantangan bagi kehidupan toleransi masa depan Indonesia yang dikenal negara berdasar Pancasila dan bertoleransi tinggi.
Pada umumnya orang sering mengakui, Indonesia negara Pancasila, menjamin kebebasan warga negara menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Namun belakangan, kebebasan beragama semakin terusik dan seolah negara ini tidak pernah hadir dalam kondisi dan perkembangan intoleransi yang berkembang ditengah masyarakat.
Pertanyaannya, mengapa dan tujuan apa Paus Fransiskus tergerak hati mau berkunjung ke Indonesia? Pertanyaan ini perlu dijawab dengan perspektif yang lebih luas, berdimensi dunia, tidak sekadar kepentingan toleransi beragama atau perdamaian dunia.
Pererat hubungan
Pada umumnya tujuan utama lawatan Paus ke suatu negara ada dua hal, yaitu mempererat hubungan dalam rangka perdamaian dunia dan kehidupan toleransi antar umat beragama.
Dalam konteks toleransi antar umat beragama di Indonesia dewasa ini sepertinya terjadi disorientasi. Sejak merdeka, Indonesia dikenal sebagai negara bertoleransi tinggi di dunia ketika itu,
Kini derajat toleransi di Indonesia mulai menurun dan bergeser menjadi negara intoleran, dengan pandangan fanatisme serta radikalisme sedang berkembang begitu masif di dalam kalangan masyarakat Indonesia.
Sementara dalam konteks misi perdamaian dunia, Indonesia sedang berupaya keras melancarkan misi diplomasi perdamaian dunia di tengah ketegangan dan perang antar negara. Peran diplomasi Indonesia dalam meredakan ketegangan dunia misalnya, kehadiran Presiden Jokowi di tengah berkecamuknya perang Rusia vs Ukraina.
Di tengah pertempuran sengit tentara Rusia dan Ukraina, Presiden Jokowi berhasil menemui Presiden Rusia dan Ukraina untuk menyampaikan pesan moral dan seruan pentingnya perdamaian di tengah dunia.
Selain perang Rusia vs Ukraina, Indonesia juga mengambil inisiatif menggalang negara-negara dunia Islam melalui organisasi kerjasama negara Islam untuk meredakan ketegangan dan menciptakan perdamaian antara Israel vs Palestina yang terus berkecamuk sampai saat ini. Ketegangan dunia semakin meningkat, jika sedikit saja salah langkah, maka perang berskala besar pasti akan pecah.
Secara tidak langsung muncul embrio pembentukan sekutu perang antar negara di dunia ini sudah mulai kelihatan jelas. Rusia, China dan Korea Utara sudah lama membangun satu semangat dan visi pertahanan militer bersama. Sedangkan Amerika dengan sekutunya, negara-negara Eropa Barat dan Asia pasifik juga membangun kerjasama dalam pertahanan dan militer dengan teori ekspansi penguasaan wilayah seperti kawasan Indo-Pasifik yang menjadi target utama.
Dalam menghadapi ketegangan dunia inilah, posisi Indonesia menjadi sangat strategis. Indonesia berusaha memainkan konsep politik luar negeri yang bebas aktif itu benar-benar dinyatakan di mata dunia. Karena itu, Paus Fransiskus sepertinya tertarik memandang betapa pentingnya posisi dan peranan Indonesia dalam misi perdamaian dunia dan dengan cepat merespon undangan Presiden Indonesia untuk berkunjung ke Jakarta.
Indonesia dengan umat Muslim terbesar didunia ini memiliki posisi tawar yang sangat penting dan strategis dalam membangun kerjasama serta kolaborasi untuk mewujudkan misi perdamaian dunia. Dewasa ini negara-negara di dunia Islam berpotensi besar, di mana sewaktu-waktu bisa muncul konflik perang terbuka yang lebih luas. Maka dalam hal ini posisi Indonesia begitu penting sebagai mitra strategis dalam menjalin hubungan misi perdamaian dunia dan meredakan ketegangan perang dunia ketiga.
Selain ke Indonesia, Paus akan berkunjung ke Papua Niguni, Timor Leste dan Singapura. Beda dengan Indonesia, kunjungan Paus Fransiskus ke Papua Nugini, Republik Demokratik Timor Leste (Timor Leste) dan Singapura lebih pada kunjungan apostolik, tidak bermuatan misi perdamaian dan toleransi umat beragama.
Papua Nugini dan Timor Leste merupakan mayoritas penduduk beragama Katolik. Karena itu kunjungan Paus ke kedua negara ini lebih bersifat pastoral apostolik seorang Gembala Agung hadir di tengah umatnya.
Agak istimewa, kunjungan Paus Fransiskus ke Singapura, dimana mayoritas penduduknya beragama Budha. Kunjungan Paus ke Singapura, negara kecil di tengah semenanjung Asia Tenggara ini begitu spesial bagi Paus Fransiskus berkunjung ke sana. Letak Singapura yang begitu strategis dalam lintasan dunia antara dua benua dan dua samudera menarik bagi Paus singgah di negara kecil ini.
Kunjungan Paus ke Singapura lebih pada misi toleransi beragama (Budha-Kristen). Selain itu letak Singapura sebagai jembatan penyeberangan antara dua benua dan dua samudera juga penting untuk disampaikan pesan moral Paus kepada umat dan pemimpin di negara tersebut agar semangat perdamaian dunia tetap terjaga melalui hubungan perdagangan antar benua dan samudra. Semoga sukses perjalanan bapa suci Paus Fransiskus ke sejumlah negara Asia Tenggara dan Pasifik Selatan.