Velix Wanggai dan Spirit Bunda Teresa dari Kalkuta - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Velix Wanggai dan Spirit Bunda Teresa dari Kalkuta

Marco Kasipdana, mahasiswa S2 Studi Pembangunan UKSW Salatiga asal Pegunungan Bintang, Papua Pegunungan. Foto: Istimewa

Loading

Oleh Marco Kasipdana

Mahasiswa S2 Studi Pembangunan UKSW Salatiga asal Kabupaten Pegunungan Bintang

JUMAT, 5 April 2024. Jumat penuh berkah. Saat itu, Penjabat Gubernur Papua Pegunungan Dr Velix Vernando Wanggai, SIP, MPA didampingi Ketua Tim Penggerak PKK Papua Pegunungan Herwin Meiliantina Wanggai berbaur dengan anak-anak jalanan. Velix dan sang istri menyapa penuh kasih. Merangkul anak-anak layaknya anak sendiri karena ia tentu menyadari anak-anak adalah warganya dari rumah, honai yang sama bernama Papua Pegunungan. 

Tak hanya  itu, Velix dan Herwin juga menyambangi anak-anak yang kurang beruntung di sejumlah panti. Orang nomor satu Papua Pegunungan itu menyerahkan bantuan sosial (bansos) berupa bahan makanan dan lain-lain di Pesantren Al Istiqomah Walesi, Asrama Naskon, dan Asrama Anak Panah Generasi Papua. Kehadiran Velix tentu salah satu wujud janjinya dari Sasana Bhakti Praja, Gedung Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Jakarta, Senin (13/11 2023) pukul 13.00 WIB.

Apa kata Velix? “Saya berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai penjabat gubernur Papua Pegunungan dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh UUD 1945 dan menjalankan segala UU dan peraturannya dengan selurus-lurusnya, serta berbakti kepada masyarakat nusa dan bangsa,” ujar Velix mengikuti kata-kata Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian sebelum Velix memulai tugasnya sebagai penjabat gubernur.

Apakah kehadiran Velix sebatas Wamena, jantung kota Kabupaten Jayawijaya sekaligus pusat Pemerintahan Papua Pegunungan? Tidak demikian. Bansos serupa juga menyasar panti asuhan dan asrama-asrama di delapan kabupaten di Papua Pegunungan melalui Dinas Sosial setempat. Velix bersama jajaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Pegunungan komit membantu masyarakat agar anak-anak sungguh merasakan kehadiran negara melalui pemerintah di tengah masyarakat. 

Kehadiran Velix sebagai pemimpin adalah spirit seorang pelayan. Spirit ini mengingatkan penulis pada sosok Bunda Teresa, biarawati Katolik pendiri Ordo Misionaris Cinta Kasih (The Missionaries of Charity’s) di Kalkuta, India tahun 1950. Pun tokoh pejuang apartheid di Afrika Selatan Nelson Mandela bahkan Mahatma Gandhi, dan banyak tokoh lain di berbagai belahan dunia. 

Meski mengabdi di tempat dan waktu berbeda, baik Bunda Teresa, Nelson Mandela, dan Gandhi memiliki spirit pelayanan yang sama bagi sesama. Spirit dan nilai-nilai pelayanan penuh kasih, tanpa pamrih, bersedia merasakan kegelisahan orang-orang kecil, dan lain-lain sejatinya menjadi pegangan utama pemimpin saat kepercayaan ada dalam genggaman. Para pemimpin dibutuhkan semangat pelayanan tanpa kalkulasi untung-rugi dari jabatannya. Bahkan ia (pemimpin) rela luka sekalipun demi rakyat yang dipimpinnya. 

Spirit dari Kalkuta

Siapa sosok dan jejak pengabdian seorang Bunda Teresa? Biarawati pemilik nama asli Agnesë Gonxhe Bojaxhiu lahir 26 Agustus 1910, di Sküb, Kekaisaran Ottoman (sekarang Skopje, ibu kota Republik Makedonia). Ia dicintai umat dan masyarakat yang dilayani. Melalui The Missionaries of Charity’s, ia mendedikasikan cintanya melalui karya nyata di tengah dunia. Selama lebih dari 45 tahun ia dan para suster melayani orang miskin, sakit, yatim piatu dan orang yang amat membutuhkan pertolongan.

Bunda Teresa terlahir sebagai bungsu dari sebuah keluarga di Shkodër, Albania. Ia adalah anak pasangan Nikollë dan Drana Bojaxhiu. Ayahnya adalah politisi terkenal di Albania. Sang ayah berpulang tahun 1919 saat usia Bunda Teresa kecil menyentuh angka delapan tahun. Sang bunda membesarkan Agnes dalam iman dan nilai-nilai iman dan tradisi Katolik. Kisah kehidupan misionaris dalam karya pelayanan di tengah masyarakat mengubah jalan hidup Agnes. Pada usia 12 tahun, Agnes merasa yakin dan berkomitmen pada kehidupan yang lebih religius.

Pada 5 September 1997, Bunda Teresa, peraih Nobel Perdamaian, meninggal Pusat Biara Ordo Misionaris Cinta Kasih di Kalkuta. Ia takluk di bawah penyakit jantung yang dideritanya sejak lama. Ia meninggal saat tengah mempersiapkan doa khusus untuk Putri Diana yang mendahuluinya pada 31 Agustus 1997. Sebanyak 4.500 biarawati yang berkarya di 111 negara bersedih. 

Pasalnya, Bunda Teresa care terhadap persoalan kemiskinan dan kelaparan. Ia juga gigih menangani persoalan seperti orang-orang yang kesepian, terlupakan, dan disia-siakan. Tak berlebihan ia ungkapkan dalam kata-kata penuh makna dan inspiratif. “Kesepian adalah salah satu bentuk kelaparan, kelaparan akan kehangatan, dan perhatian. Jenis kelaparan seperti ini jauh lebih sulit disembuhkan daripada kelaparan akan makanan.” kata Bunda Teresa.

Pelajaran hidup

Sepintas, spirit yang diperoleh dari kisah Bunda Teresa dari Kalkuta adalah pelajaran hidup bagi para pemimpin formal di manapun, termasuk para pemimpin di tanah Papua. Langkah kecil yang dilakukan Velix Wanggai bersama sang isteri dan jajaran pemerintah provinsi di Wamena dan Papua Pegunungan menunjukkan bahwa kepemimpinan yang nyata dan bermakna bagi warga sekecil apapun perlu menjadi habitus baru. 

Ia (kepemimpinan inspiratif) mesti menjadi pelajaran hidup yang terus menjadi gerakan kolektif tanpa batas saat mandat formal ada di tangan. Bukan hanya dari pemimpin namun juga masyarakat dan semua stakeholder di manapun. Para gubernur, bupati maupun walikota dan para elite lainnya di tanah Papua juga mesti bergerak lebih jauh sebagai sebagai pemimpin yang memberi makna di hadapan rakyat.

Para pemimpin perlu memiliki hati dalam kepemimpinannya yang mau dan bersedia mendengarkan rakyat dengan empati, memahami perasaan dan kebutuhan rakyatnya serta memberikan dukungan yang diperlukan. Selain itu, pemimpin bersangkutan harus mampu membangun relasi yang intens dalam tiga karakteristik utama. 

Pertama, sabar dan empati. Bersabar dan empati terhadap masyarakat merupakan kunci penting dalam membangun hubungan harmonis dan saling percaya. Ketika seorang pemimpin mampu menunjukkan kesabaran dan empati, di saat bersamaan masyarakat merasa dihargai dan didengar. Kedua, kesediaan dan kerelaan melayani dalam mandat dan tugas formal bagi rakyat mesti menjadi gerakan dalam sanubari pemimpin. Ketiga, melindungi sekaligus menjadi problem solver rakyat dari belitan kesulitan hidupnya. 

Meski baru memasuki bulan keenam kepemimpinannya sebagai Penjabat Gubernur Papua Pegunungan, Velix Wanggai sungguh menyadari arti penting amanah negara bagi masyarakat wilayahnya. Persis di sini, Velix menegaskan bahwa pemerintah hadir untuk membangun dan melayani masyarakat. Kebijakan dan program yang tengah dijalankan bersama jajaran pemerintah Papua Pegunungan diprioritaskan memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat, termasuk anak-anak yatim piatu dan anak-anak jalanan. 

Keberpihakan kepada rakyat dan tanggung jawab formal sudah ditunjukkan Penjabat Gubernur Velix Wanggai putra asli Papua kelahiran Jayapura, 16 Februari 1972— meski durasi pengabdiannya setahun di Papua Pegunungan. Spirit ini —seperti ditunjukkan Bunda Teresa semasa hidup— mesti terus hidup dalam kepemimpinan di tengah masyarakat.Bila rakyat sejahtera dan daerah maju itulah warisan, legasi berarti. Yepmun….. Terima kasih…..

Tinggalkan Komentar Anda :