Presiden Perlu Bentuk Tim Pembebasan Pilot Asal Selandia Baru yang Disandra Anggota TPNPB OPM di Papua

Presiden Perlu Bentuk Tim Pembebasan Pilot Asal Selandia Baru yang Disandra Anggota TPNPB OPM di Papua

Presiden Joko Widodo meninjau Jalur Trans Papua menggunakan motor trail sejauh 7 km di ruas jalan Wamena-Habema, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Rabu (10/5 2018). Sumber foto: papua.bisnis.com, 11 Mei 2018

Loading

JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta membentuk tim negosiasi yang melibatkan unsur pemerintah, Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan, Pemerintah Kabupaten Nduga, dan tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh membebaskan Philip Mark Mehrtens yang disandra setahun belakangan di Nduga.

Mehrtens, pilot maskapai Susi Air milik Susi Pudjiastuti, pengusaha dan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Republik Indonesia, sejak 7 Februari 2023 hingga kini masih disandra anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, sayap militer Organisasi Papua Merdeka (TPNPB OPM) di Nduga.

“Penyanderaan pilot warga negara Selandia Baru oleh kelompok bersenjata di Papua sudah terjadi setahun. Sayangnya, peristiwa peyanderaan itu kurang mendapat perhatian yang sungguh-sungguh,” ujar pemerhati politik dan hak asasi manusia (HAM) Papua Amiruddin al-Rahab kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Rabu (7/2).

Menurut Amiruddin, peyanderaan dalam perspektif HAM adalah pelanggaran yang serius karena merampas kebebasan seseorang secara paksa. Untuk membebaskan sandera adalah tanggungjawab negara.

“Oleh karena itu adalah kebutuhan mendesak agar dibentuk tim negosiasi yang melibatkan unsur pemerintah, pemprov, pemkab dan tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh,” kata Amiruddin, penulis buku Heboh Papua: Perang Rahasia, Trauma, dan Sparatisme.

Amiruddin menambahkan, kelompok bersenjata yang menyandera korban, juga harus mau membuka diri demi kemanusian untuk melepaskan pilot Mehrtens. Semakin lama pilot disandera akan semakin membuat situasi buruk. Tentu itu akan merugikan masyarakat di daerah Nduga sekitarnya.

“Pembebasan sandera adalah kewajiban negara. Karena itu Presiden perlu segera tunjuk seseorang untuk memimpin tim pembebasan. Sekaligus juga memperbaiki kondisi di wilayah Papua Pegununan, demi Pemilu bisa berjalan damai,” ujar Amiruddin lebih jauh.

Sejak ditahan 7 Februari tahun lalu, hingga kini Mehrtens belum dibebaskan. Pilot naas ini masih disandra anggota TPNPB Kodap III Ndugama pimpinan Brigadir Jenderal Egianus Kogeya di Nduga.

“Hari ini 7 Februari 2024 genap satu tahun penahanan Mehrtens. Kami tegaskan, perjuangan TPNPB OPM adalah tindakan penegakan hukum internasional,” ujar Kepala Staf Umum TPNPB OPM Mayor Jenderal Terianus Satto melalui Juru Bicara Nasional Sebby Sambon dalam keterangan tertulis yang beredar di sejumlah wartawan di Papua dan diperoleh Odiyaiwuu.com dari Papua Pegunungan, Rabu (7/2).

Menurut Sebby, hukum internasional menjamin hak bangsa Papua untuk menentukan nasib sendiri berdasarkan persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Nederland di Markas Besar PBB tanggal 15 Agustus 1962 dan dicatat di bawah Resolusi Majelis Umum Nomor 1752 (XVII) 1962 PBB tanggal 21 September 1962.

Dalam keterangan tersebut, Sebby menjelaskan, TPNPB mengunakan War of National Liberation didasari sejarah manipulasi hak hukum atas penentuan nasip sendiri rakyat Papua Barat dan sejarah pelanggaran hukum internasional terkait status wilayah Papua Barat.

“Fakta sejarah membuktikan, status hukum wilayah Papua Barat di bawah hukum internasional adalah wilayah yang telah berdaulat sendiri dan merdeka tahun 1961. Oleh karena itu TPNPB berhak mempertahankan kedaulatan dalam rangka menegakkan hukum Internasional yang dijamin Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, self-defence,” kata Sebby. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :