JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Dua aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Haris Azhar serta pendiri Books for Tomorrow dan Campaign Officer Walk Free Organization Fatia Maulidiyanti tidak pantas diadili dalam kasus ‘Lord Luhut’.
“Hari ini saya hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk mendengarkan pembacaan replik Jaksa Penuntut Umum atau JPU atas pledoi Haris dan Fatia,” ujar Wakil Ketua Komnas HAM periode 2020-2023 Amiruddin al Rahab kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Selasa (4/12).
Menurut Amiruddin, tanpa mengurangi rasa hormat pada proses peradilan dan pengadilan, pihaknya berpandangan Haris dan Fatia tidak layak duduk di kursi terdakwa.
“Dari subtansi perkara, tidak selayaknya Haris dan Fatia diadili. Negara atau pemerintah semestinya berterimakasih kepada kedua orang muda ini. Sebab keduanya telah mendedikasikan dirinya untuk kepentingan publik,” kata Amiruddin, penulis buku Heboh Papua: Perang Rahasia, Trauma, dan Separatisme.
Amiruddin menambahkan, informasi yang disampaikan Haris dan Fatia semestinya dijadikan bahan evaluasi untuk memperbaiki kondisi di Papua. Bukan dipakai untuk menjerat mereka berdua dgn hukum pidana.
“Di samping itu mempidana Haris dan Fatia dapat dimaknai menghambat kebebasan berpendapat warga negara. Oleh karena itu, majelis hakim sudah sepantasnya menolak tuntutan JPU dan membebaskan Haris dan Fatia,” katanya.
Haris Azhar dan Fatia sebelumnya didakwa mencemarkan nama baik Luhut Binsar Pandjaitan. Keduanya didakwa mencemarkan nama baik Luhut lewat podcast berjudul ‘Ada lord Luhut di balik relasi ekonomi-ops militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada1! >NgeHAMtam’ yang diunggah di kanal YouTube Haris Azhar.
Menurut jaksa, informasi terkait pencemaran nama baik Luhut itu disebar Haris Azhar lewat akun YouTube-nya. Hal yang dibahas dalam video itu adalah kajian cepat Koalisi Bersihkan Indonesia dengan judul ‘Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya’.
Dalam video tersebut, narasumbernya adalah Fatia Maulidiyanti dan Owi. Jaksa mengatakan Fatia dan Haris memiliki maksud mencemarkan nama baik Luhut.
Menurut jaksa, perkataan Haris dan Fatia dalam video tersebut memuat pencemaran nama baik Luhut. Salah satu kalimat yang disorot terkait pertambangan di Papua.
Dalam kasus ini, Haris didakwa bersama Fatia melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP. Terhadap empat pasal tersebut, di-juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)