SORONG, ODIYAIWUU.com — Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia Dapil Papua Barat Dr Filep Wamafma mengapresiasi langkah Penjabat Gubernur Papua Barat Daya Mohammad Musa’ad terkait dengan keterbukaan informasi pengelolaan APBD bersumber dari dana Otonomi Khusus (Otsus) khususnya di bidang pendidikan dalam rangka memberikan afirmasi bagi perguruan tinggi.
Filep menyebut, Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya diketahui menyalurkan dana hibah pendidikan senilai Rp 11,1 miliar kepada enam perguruan tinggi dan satu yayasan di Sorong sebagai bentuk perhatian untuk memajukan pendidikan di wilayah itu.
“Realisasi distribusi bantuan ini menandakan Pak Penjabat Gubernur memahami amanat kebijakan otsus di tanah Papua, terutama peruntukannya bagi sektor pendidikan. Saya lihat beliau memahami betul hakikat kebijakan otsus dalam sektor Pendidikan sehingga lahir berbagai langkah konkret untuk membantu dan menunjang perguruan tinggi dan layak diapresiasi,” ujar Filep kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Senin (23/10).
Filep menambahkan, Penjabat Gubernur menyebutkan, distribusi bantuan dana hibah itu dilakukan berpihak Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Otonomi Khusus dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 106 terkait kewenangan dalam rangka otsus Papua.
Selain itu, Pemprov Papua Barat Daya juga akan memberikan dukungan berupa bantuan pendidikan kepada mahasiswa yang berprestasi dengan spesifikasi 80 persen orang asli Papua dan 20 persen untuk non-orang asli Papua.
Filep lantas mempertanyakan kebijakan serupa yang sejauh ini belum terlihat dalam kebijakan penjabat Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw di Provinsi Papua Barat. Menurutnya, transparansi terkait bantuan hibah pendidikan selama ini sangat tertutup khususnya bagi perguruan tinggi.
“Tentu kita melihat dan mencermati perbandingan realisasi kebijakan di bidang pendidikan di masing-masing daerah yang merefleksikan pemahaman otsus dari para pejabatnya. Menurut saya Penjabat Gubernur Papua Barat Daya lebih memahami tentang implementasi otsus untuk bidang pendidikan berikut alokasi anggarannya,” ujar Filep.
Menurut Filep, hal yang berbeda dan jauh sekali terjadi di Papua Barat selaku provinsi induk. Alokasi anggaran Provinsi Papua Barat dalam APBD begitu besar tapi sampai saat ini tidak terlihat adanya kebijakan afirmasi dalam rangka otsus di bidang pendidikan dan khususnya bantuan bagi perguruan tinggi.
“Padahal perguruan tinggi di Papua Barat jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan di Papua Barat Daya. Sejatinya, semakin kecil ruang lingkup wilayah maka semakin sedikit cakupan tanggung jawabnya. Jadi, harusnya bisa diakomodasi dengan adanya alokasi anggaran yang besar. Pemprov Papua Barat harusnya lebih mudah untuk menetapkan kebijakan ini,” ujar Filep.
Filep mengingatkan, besarnya alokasi dana untuk sektor pendidikan yakni 30 persen dari dana otsus dan 35 persen dari Dana Bagi Hasil (DBH) migas. Pihaknya menyesalkan realisasi kebijakan di Papua Barat tidak transparan dan belum menyentuh persoalan ini, bahkan di akhir masa jabatan Penjabat Gubernur Papua.
“Saya berharap pemerintah dan DPR Provinsi Papua Barat dan juga fraksi otsus harusnya memahami tentang implementasi otonomi khusus dalam sektor pendidikan karena pendidikan adalah investasi masa depan. Bagaimana kita bisa mendayagunakan SDA yang berlimpah untuk kemakmuran masyarakat tetapi peningkatan SDM-nya tidak didukung. Bagaimana kita bicara SDM kalau pemimpin di daerah tidak merancang kebijakan afirmasi, bantuan-bantuan pendidikan bagi perguruan tinggi atau pendidikan itu sendiri,” ujar Filep tegas.
“Jadi kritik terhadap otsus harusnya juga ditujukan kepada pelaksana kebijakan yakni pejabat yang mengelola anggaran otsus yang menentukan apakah implementasi kebijakan ini tepat sasaran dan menyentuh kebutuhan dasar masyarakat Papua atau tidak. Apabila cara-cara pengelolaan keuangan daerah yang mengesampingkan alokasi dana otsus sektor pendidikan ini masih berjalan, maka jelas hal ini kontraproduktif dengan upaya peningkatan SDM Papua sekaligus mengakibatkan penilaian negatif terhadap implementasi Otsus hingga publik menilai bahwa Otsus itu mengalami kegagalan,” kata Filep lebih jauh.
Selaku senator Papua Barat, Filep berharap ada pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota harus mempertanggungjawabkan dana otsus untuk pendidikan dalam bentuk program dan bantuan kepada masyarakat dan perguruan tinggi.
“Saya mohon juga kepada penegak hukum baik Kejaksaan, Kapolda Papua Barat dan juga KPK untuk turut mengawasi realisasi dana otsus yang hari ini patut diduga tidak dilaksanakan secara maksimal untuk kepentingan pembangunan pendidikan di Papua Barat. Dana otsus untuk pendidikan 30 persen ditambah DBH migas 35 persen sehingga totalnya 65 persen, tetapi faktanya tidak ada transparansi untuk perguruan tinggi. Ini perlu ditelusuri dan diselidiki oleh pihak penegak hukum,” kata Filep. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)