JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Mantan Gubernur Papua Lukas Enembe, Jumat (13/10) menangis haru saat didoakan Pendeta Gilbert Lumoindong di Unit Stroke Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta.
Enembe yang terbangun dari tidur, mendengar Pendeta Lumoindong berdoa bersama-sama dengan keluarganya ditemani tiga pengacara yang setia mendampingi yaitu Prof OC Kaligis, Petrus Bala Pattyona, dan Antonius Eko Nugroho.
Saat mendengar doa yang didaraskan Pendeta Lumoindong, keluarga Enembe menangis. Saat melihat keluarganya dan pendeta sedang mendoakan dirinya, mantan orang satu Papua dan tokoh besar masyarakat Papua itu larut dalam tangis haru.
Dalam doanya, Pendeta Lumoindong mengatakan, Tuhan Yesus tidak tutup mata. “Tuhan lihat air mata Bapak Lukas Enembe. Tuhan tidak tutup mata. Masa Tuhan akan diam?” kata Pendeta Gilbert sebagaimana keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com dari Petrus Bala Pattyona, kuasa hukum Enembe di Jakarta, Jumat (13/10).
Menurut Pendeta Lumoindong, lewat kasus Enembe akan ada perubahan hukum. “Lewat beliau ada perubahan hukum. Pak OC Kaligus, Pak Petrus Bala Pattyona, dan Pak Antonius akan berjuang terus. Biar Tuhan berperan. Kita serahkan dalam doa. Kita serahkan di dalam tangan dan kasih Tuhan. Masih ada Tuhan. Kamu mau tutup Tuhan dengan cara apapun, akan keluar,” ujar Lumoindong.
Menurut Pendeta Lumoindong, banyak orang yang sayang dengan mantan Gubernur Enembe. Ada masa-masa Enembe menghadapi kesukaran, tetapi pada akhirnya akan baik.
“Sudah waktunya, Bapak Lukas dirawat di luar rutan. Karena setiap kembali ke rutan, pasti semakin memburuk dan harus dibawa lagi ke rumah sakit,” kata Pendeta Lumoindong.
“Selesai memimpin doa, tim dokter melakukan pemeriksaan. Enembe belum mengalami perubahan signifikan sejak masuk 6 Oktober,” kata Bala Pattyona.
Media ini sebelumnya memberitakan, Bala Pattyona menjelaskan, keluarga Enembe sebenarnya menginginkan hakim membacakan vonis terhadap kliennya, Senin (9/10), meskipun Enembe tidak bisa hadir di muka persidangan karena sedang sakit.
“Keluarga minta supaya hakim membacakan putusan, karena harapan hidup LE (Lukas Enembe) sangat tipis. Dia bilang LE sudah tak berdaya,” kata Bala Pattyona di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/10).
Permintaan tersebut disampaikan Pattyona ke majelis hakim setelah sebelumnya berdiskusi dengan perwakilan keluarga Enembe di kursi pengunjung. Setelah berdiskusi, Pattyona kemudian menyampaikan maksud keluarga Enembe yang meminta pembacaan vonis tetap dilakukan.
Sesaat sesudah hakim membacakan penetapan pembantaran, dari kursi pengunjung Elius Enembe, adik Enembe ingin masuk ke area steril yang hanya bisa dimasuki hakim, jaksa, pengacara, saksi dan terdakwa untuk menyampaikan keinginannya.
Namun hakim mengingatkan untuk tidak masuk melewati pembatas, sehingga dihampiri Pattyona untuk mendengar apa yang akan disampaikan. Elius meminta supaya hakim tetap membacakan putusan.
Namun, kata Pattyona, pihak pengacara memahami hal itu tidak bisa dilakukan karena Enembe tidak hadir di muka persidangan.
“Memang ada permintaan dari keluarga supaya bisa dibacakan putusan hari ini, sebelumnya kami sudah sampaikan bahwa menurut undang-undang sesuai Pasal 196 KUHAP pembacaan putusan harus dihadiri oleh terdakwa,” kata Pattyona didampingi kuasa hukum lainnya, OC Kaligis, Eko Nugroho, Cosmas Refra, dan Cyprus A Tatali.
Menurut Pattyona, kalaupun dipaksakan dibacakan putusan tanpa kehadiran terdakwa, maka putusan dianggap batal demi hukum. “Apapun hasilnya, apakah bebas atau dihukum akan tetap dianggap batal demi hukum. Karena itu kami sarankan keluarga, untuk menunggu hingga tanggal 19 Oktober, batas akhir masa pembantaran yang diberikan hakim kepada Lukas Enembe,” kata Pattyona.
Seperti diketahui, hakim menetapkan masa pembantaran kepada Enembe mulai dari tanggal 6 hingga 19 Oktober 2023. Selama masa pembantaran kondisi kesehatan Enembe akan diawasi secara maksimal.
“Karena ginjalnya sudah tidak berfungsi lagi, ditambah adanya benturan di kepala kanan yang menyebabkan ada pendarahan di rongga otak sebelah kiri Pak Lukas,” ujar Pattyona.
“Dari penjelasan dokter ahli saraf, dr Tannov Siregar, berdasarkan foto rontgen yang diperlihatkan kepada Tim Pengacara dan keluarga pada Jumat (6/10), ada pendarahan, ada cairan darah di rongga otak kepala sebelah kiri Pak Lukas,” kata Pattyona.
Ia menelaskan, dr Tannov memaparkan hasil rontgen kepala Enembe di hadapan Antonius Eko Nugroho, Cosmas Refra dan Cyprus A Tatali selaku pengacara Enembe serta Elius selaku perwakilan keluarga Enembe.
Karena ada pendarahan di otak, dan bisa menimbulkan masalah serius. “Dari informasi dokter, masalah di otaknya itu berpotensi menyebabkan stroke berulang,” kata Pattyona di RSPAD Jakarta, Jumat (6/10).
Pattyona menambahkan, dokter juga menyarankan agar Enembe dirawat inap di ruang inap khusus pasien stroke. Di mana ada monitor dan peralatan medis serta tim medis khusus yang mengawasi Enembe selama 24 jam dan ditangani perawat-perawat yang ahli dalam menangani pasuin stroke. Saat ini, Enembe di unit stroke RSPAD.
“Menurut dokter, pasien dengan pendarahan kepala seperti itu, harus diawasi secara ketat atau dimonitoring, untuk diawasi selama 24 jam denyut nadi, tekanan darah dan nafasnya,” kata Pattyona.
Monitoring dilakukan agar tidak terjadi hal yang membahayakan jiwa Enembe karena tim dokter yang selama ini merawatnya tetap dilibatkan sebagai tim visit. Akibat tidak hadir terdakwa Enembe, hakim batal membacakan lutusan. “Kemarin saat pamitan beliau menatap tanpa ekpresi,” kata Pattyona. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)