JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Petrus Bala Pattyona, kuasa hukum mantan Gubernur Papua Lukas Enembe menjelaskan, keluarga Enembe sebenarnya menginginkan hakim membacakan vonis terhadap kliennya, Senin (9/10), meskipun Enembe, gubernur Papua dua periode, tidak bisa hadir di muka persidangan karena sedang sakit.
“Keluarga minta supaya hakim membacakan putusan, karena harapan hidup LE (Lukas Enembe) sangat tipis. Dia bilang LE sudah tak berdaya,” kata Petrus Bala Pattyona saat sidang dugaan suap dan gratifikasi yang dituduhkan terhadap Lukas Enembe di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (9/10).
Permintaan tersebut disampaikan Pattyona ke majelis hakim setelah sebelumnya berdiskusi dengan perwakilan keluarga Enembe di kursi pengunjung. Setelah berdiskusi, Pattyona kemudian menyampaikan maksud keluarga Enembe yang meminta pembacaan vonis tetap dilakukan.
Sesaat sesudah hakim membacakan penetapan pembantaran, dari kursi pengunjung Elius Enembe, adik Enembe ingin masuk ke area steril yang hanya bisa dimasuki hakim, jaksa, pengacara, saksi dan terdakwa untuk menyampaikan keinginannya.
Namun hakim mengingatkan untuk tidak masuk melewati pembatas, sehingga dihampiri Pattyona untuk mendengar apa yang akan disampaikan. Elius meminta supaya hakim tetap membacakan putusan.
Namun, kata Pattyona, pihak pengacara memahami hal itu tidak bisa dilakukan karena Enembe tidak hadir di muka persidangan.
“Memang ada permintaan dari keluarga supaya bisa dibacakan putusan hari ini, sebelumnya kami sudah sampaikan bahwa menurut undang-undang sesuai Pasal 196 KUHAP pembacaan putusan harus dihadiri oleh terdakwa,” kata Pattyona didampingi kuasa hukum lainnya, Prof OC Kaligis, Antonius Eko Nugroho, Cosmas Refra, dan Cyprus A Tatali.
Menurut Pattyona, kalaupun dipaksakan dibacakan putusan tanpa kehadiran terdakwa, maka putusan dianggap batal demi hukum. “Apapun hasilnya, apakah bebas atau dihukum akan tetap dianggap batal demi hukum. Karena itu kami sarankan keluarga, untuk menunggu hingga tanggal 19 Oktober, batas akhir masa pembantaran yang diberikan hakim kepada Lukas Enembe,” kata Pattyona.
Seperti diketahui, hakim menetapkan masa pembantaran kepada Enembe mulai dari tanggal 6 hingga 19 Oktober 2023. Selama masa pembantaran kondisi kesehatan Enembe akan diawasi secara maksimal.
“Karena ginjalnya sudah tidak berfungsi lagi, ditambah adanya benturan di kepala kanan yang menyebabkan ada pendarahan di rongga otak sebelah kiri Pak Lukas,” ujar Pattyona.
“Dari penjelasan dokter ahli saraf, dr Tannov Siregar, berdasarkan foto rontgen yang diperlihatkan kepada Tim Pengacara dan keluarga pada Jumat (6/10), ada pendarahan, ada cairan darah di rongga otak kepala sebelah kiri Pak Lukas,” kata Pattyona Jumat lalu.
Ia menelaskan, dr Tannov memaparkan hasil rontgen kepala Enembe di hadapan Antonius Eko Nugroho, Cosmas Refra dan Cyprus A Tatali selaku pengacara Enembe serta Elius selaku perwakilan keluarga Enembe.
Karena ada pendarahan di otak, dan bisa menimbulkan masalah serius. “Dari informasi dokter, masalah di otaknya itu berpotensi menyebabkan stroke berulang,” kata Pattyona di RSPAD Jakarta, Jumat (6/10).
Pattyona menambahkan, dokter juga menyarankan agar Enembe dirawat inap di ruang inap khusus pasien stroke. Di mana ada monitor dan peralatan medis serta tim medis khusus yang mengawasi Enembe selama 24 jam dan ditangani perawat-perawat yang ahli dalam menangani pasuin stroke. Saat ini, Enembe di unit stroke RSPAD.
“Menurut dokter, pasien dengan pendarahan kepala seperti itu, harus diawasi secara ketat atau dimonitoring, untuk diawasi selama 24 jam denyut nadi, tekanan darah dan nafasnya,” kata Pattyona.
Monitoring dilakukan agar tidak terjadi hal yang membahayakan jiwa Enembe karena tim dokter yang selama ini merawatnya tetap dilibatkan sebagai tim visit. Akibat tidak hadir terdakwa Enembe, hakim batal membacakan lutusan. “Kemarin saat pamitan beliau menatap tanpa ekpresi,” kata Pattyona. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)