Gereja Katolik Keuskupan Timika Tarik Diri Dari Keanggotaan MRP Provinsi Papua Tengah - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Gereja Katolik Keuskupan Timika Tarik Diri Dari Keanggotaan MRP Provinsi Papua Tengah

Administrator Keuskupan Timika Pastor Marthen Kuayo, Pr, Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian (SKP) Timika Saul Paulo Wanimbo serta Ketua Komisi Kerawam Dekanat Teluk Cendrawasih Marselus Gobai, SH beserta anggota Kerawam Teluk Cenderawasih Bartolomeus Mirip saat menggelar konferensi pers di Kantor Keuskupan Timika, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Senin (25/9). Foto: Istimewa

Loading

TIMIKA, ODIYAIWUU.com — Keuskupan Timika menarik diri dari keikutsertaan dalam keanggotaan Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Tengah periode tahun 2023-2028. Pihak keuskupan Timika menegaskan, pada periode pertama MRP Papua Tengah wakil umat Katolik Dioses Timika tidak mau terlibat meletakkan fondasi yang tidak benar pada provinsi baru di wilayah Meepago tersebut.

“Pada Selasa 25 Juli 2023, sekitar pukul 16.30 WIT, tim Pemerintah Provinsi Papua Tengah serta Panitia Seleksi MRP telah melakukan pertemuan dengan pimpinan Keuskupan Timika di kantor Keuskupan Timika,” ujar Administrator Keuskupan Timika Pastor Marthen Kuayo, Pr melalui keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com dari Timika, kota Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Senin (25/9).

Menurut Pastor Kuayo, rombongan dari Provinsi Papua Tengah berjumlah 10 orang tersebut dipimpin langsung Asisten 1 Sekretariat Daerah (Setda) Pak Ausilius You. Kehadiran rombongan Pemprov dan Timsel Anggota MRP Papua Tengah, ujar Kuayo, imam Diosesan Timika untuk mendengar langsung dari pimpinan agama Katolik Keuskupan Timika terkait nota keberatan dan pembekuan rekomendasi dari Agama Katolik Keuskupan Timika di MRP Papua Tengah.

Pastor Kuayo mengatakan, ada empat poin suara pimpinan Keuskupan Timika yang disampaikan kepada rombongan Pemprov Papua Tengah dan Timsel Anggota MRP.

Pertama, berkaitan dengan proses seleksi MRP Papua Tengah yang tidak benar, Agama Katotik Keuskupan Timika telah menyampaikan keberatan, melalui nota keberatan yang dikirim kepada Penjabat Gubenur Papua Tengah Dr Ribka Haluk pada 4 Mei 2023.

Kedua, oleh karena nota keberatan tersebut tidak diperhatikan oleh Pemerintah Provinsi Papua Tengah maupun Pansel MRP Provinsi Papua Tengah, maka pimpinan Agama Katolik Keuskupan Timika melalui Pastor Yuvensius Tekege, Pr yang dimandatkan untuk mengawal proses penjaringan calon anggota MRP Pokja Agama Katolik menyampaikan surat pembekuan rekomendasi dari pimpinan Agama Katolik untuk semua kandidat utusan agam Katolik.

Ketiga, atas dasar inilah, pada 25 Juli 2023, pada waktu pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Papua Tengah dan Pansel MRP Papua Tengah di Kantor Keuskupan Timika, pimpinan Agama Katolik Keuskupan Timika, menegaskan lagi pembekuan rekomendasi dan menolak untuk ikut serta dalam keanggotaan MRP pada periode pertama. Pihak pimpinan agama Katolik tidak mau turut serta meletakkan fondasi, dasar yang tidak benar pada provinsi baru di Papua Tengah.

Keempat, kalau ada siapapun yang mengatasnamakan Agama Katolik dan berusaha mengaktifkan rekomendasi Agama Katolik Keuskupan Timika, maka pimpinan Keuskupan Timika menegaskan bahwa orang tersebut tidak mewakili Agama Katolik Keuskupan Timika pada Pokja Agama.

Sementara itu, Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian (SKP) Keuskupan Timika Saul Paulo Wanimbo yang didampingi anggota SKP Rudolf Kambayong menegaskan, pimpinan Keuskupan Timika dan utusan Komisi Kerasulan Awam (Kerawam) Keuskupan Timika, Dekanat Teluk Cenderawasih menggelar konferensi pers untuk memperjelas sejumlah kesimpangsiuran posisi Agama dan Gereja Katolik dalam proses seleksi dan penetapan anggota MRP Papua Tengah.

“Kami berharap agar sesudah pernyataan pers ini ada kejelasan yang menyudahi aneka ketidakjelasan dan perdebatan,” kata Saul Wanimbo.

Dalam tradisi agama dan Gereja Katolik dikenal administrator diosesan. Administrator diosesan adalah seorang ordinaries wilayah tertentu dalam Gereja Katolik Roma.  Umumnya, administrator diosesan terpilih saat takhta suatu keuskupan mengalami lowongan dan tidak ada administrator apostolik yang ditunjuk untuk mengisi tahta keuskupan tersebut.

“Dalam tugas keseharian seorang administrator diosesan bertugas sebagai pimpinan suatu wilayah gereja lokal (keuskupan). Dalam Kitab Hukum Kanonik juga dijelaskan, Dewan Konsultores suatu wilayah Gerejawi harus memilih seorang administrator dalam tempo delapan hari setelah takhta uskup mengalami kekosongan. Dewan ini perlu memilih seorang administrator yang merupakan seorang imam atau uskup yang berusia minimal 35 tahun berdasarkan Kan. 421 $ 1 dan Kan. 425 $ 1,” ujar Saul.

Saul menambahkan, dalam sistem pemerintahan sipil-profan dikenal adanya kepemimpinan transisi. Misalnya, Bupati caratecar atau pejabat sementara (Pjs) Walikota untuk tingkat kabupaten dan kotamadya serta Penjabat Gubernur (Pj) untuk tingkat provinsi. Sekalipun mereka yang ditunjuk dan dilantik ini ‘hanya’ sebagai pejabat antarwaktu, namun segala keputusan yang mereka buat dan tandatangani selalu bersifat resmi dan sahih secara formal yuridis.

“Demikian juga dengan seorang administrator diosesan. Segala hal yang diputuskan olehnya bersifat mengikat secara kanonik. Dalam konteks penetapan anggota MRP Papua Tengah utusan agama Katolik, segala keputusan yang dikeluarkan serta ditandatangi oleh administrator diosesan dan atau delegatusnya tentu bersifat mengikat dan berlaku untuk semua pihak,” kata Saul.

Untuk menindaklanjuti sikap Gereja Katolik Keuskupan Timika, Ketua Komisi Kerawam Dekanat Teluk Cendrawasih Marselus Gobai, SH beserta Bartolomeus Mirip, anggota Komisi Kerawam lainnya menegaskan, pihaknya siap mengawal keputusan Administrator Keuskupan Timika tentang pembekuan rekomendasi terhadap anggota MPR Papua Tengah Pokja Agama.

“Kami akan kawal penerapan keputusan Administrator Keuskupan Timika sejauh tidak ada peninjauan kembali selama penjaringan dan penetapan calon MRP Papua Tengah,” kata Marselus.

Pastor Kuayo meminta agar pemerintah menghapus Pokja Agama dan menggantikannya dengan Pokja Pemuda.  Alasannya, MRP adalah lembaga kultural namun akhir-akhir ini dijadikan sebagai lembaga politik. Orang berebut kursi MRP baik dengan cara yang wajar maupun tidak wajar.

Hal tersebut, sebut Kuayo, mengakibatkan lembaga agama sebagai pelindung dan penjaga nilai-nilai moral direduksi fungsinya menjadi sarana untuk merebut kekuasaan. Moralitas manusia tidak bisa lagi dikontrol oleh agama karena fungsi ini diboncengi kepentingan politik.

“Kami menilai MRP Pokja Agama tidak cocok lagi. Kalau perlu pemerintah ganti dengan Pokja Pemuda karena agama tidak bisa diklaim oleh suku tertentu dan kelompok tertentu. Agama mesti berada di atas semua kepentingan,” ujar Kuayo. (Emanuel You/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :