JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Tiga nama beredar dalam bursa Penjabat Gubernur Papua pengganti Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe, SIP, MH setelah masa jabatan Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal (Alm) berakhir Selasa (5/9) pekan depan.
Polemik siapa Penjabat Gubernur Papua kian ramai mewarnai dinamika politik lokal Papua. Tak sebatas itu. Sejumlah utusan atau delegasi silih berganti ke Jakarta menemui kementerian terkait seperti Kemendagri hingga kantor Sekretaris Wakil Presiden. Namun demikian, siapa sosok pengganti Enembe sudah ada ‘di saku’ Presiden Joko Widodo.
“Penjabat Gubernur Papua sudah ada ‘di saku’ Presiden Jokowi. Belajar dari pengalaman dan berbagai faktor, saya berpandangan Presiden memiliki pertimbangan dan keputusan siapa penjabat gubernur setelah masa jabatan Pak Lukas dan Alm Pak Klemen berakhir,” ujar pengamat politik lokal Papua Frans Maniagasi kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Kamis (24/8).
Maniagasi juga mempertanyakan seberapa penting Penjabat Gubernur Papua hingga membuat Papua, khususnya di Jayapura begitu heboh. Bahkan, urai Maniasasi, ada delegasi berminggu-minggu tinggal di Jakarta sekadar mengawal dan memonitor agar calon yang dijagokan dapat menduduki jabatan gubernur administratif di Papua.
Tiga nama dominan mewarnai bursa Penjabat Gubernur Papua, termasuk yang diusulkan DPRP seperti Pelaksana Harian Gubernur sekaligus Sekda Dr Ridwan Rumasukun, Sekretaris DPRP Dr Juliana Waromi, dan Kepala Kanwil Hukum dan HAM Papua Anthonius Ayorbaba, SH, M.Si.
Usulan DPRP sesuai dengan sistem dan mekanisme perundangan-undangan dalam rangka pengusulan Penjabat Gubernur Papua. Usulan tersebut juga sudah diserahkan Ketua DPRP Johni R Banua didampingi sejumlah anggota kepada Menteri Dalam Negeri melalui Dirjen Otda Kemendagri Dr Akmal Malik beberapa waktu lalu.
Maniagasi menyebut, selain tiga nama kandidat yang diusung DPRP muncul juga nama Direktur Urusan Agama Kristen Direktorat Jenderal Bimas Kristen Kementerian Agama Dr Amsal Yowei SE. Selain itu, muncul juga nama Staf Ahli Bidang Kedaulatan Wilayah dan Kemaritiman Kemenko Polhukam Laksamana Antongan Simatupang. Nama Simatupang diusulkan Menko Polhukam Mohammad Mahfud Md.
“Setelah nama Pak Simatupang muncul, polemik siapa calon penjabat gubernur bergeser menjadi tuntutan bahwa penjabat tersebut mesti orang asli Papua. Tuntutan ini sah-sah saja karena bercermin dari penjabat gubernur provinsi-provinsi hasil pemekaran. Selain itu, otsus menjadi dasar tuntutan masyarakat atau berbagai kelompok masyarakat agar penjabat gubernur putra asli Papua. Tuntutan itu bisa dipahami, namun apa itu syarat mutlak,” kata Maniagasi.
Menurut Maniagasi, Presiden Jokowi memiliki otoritas penuh memutuskan siapa yang layak menduduki jabatan Gubernur sementara tahun 2023-2024. Meski demikian, ujarnya, Presiden tentu juga mendengar aspirasi masyarakat dan mempertimbangkan hal-hal strategis terkait kepentingan negara.
Begitu juga syarat-syarat lain seperti calon yang profesional, integrated, dan mengerti mengenai soal-soal pemerintahan dan pembangunan maupun kompleksitas persoalan Papua. Selain tugas sebagai penjabat gubernur untuk melaksanakan pemerintahan sehari hari, Pembangunan, dan pelayanan publik.
Maniagasi menambahkan, khusus untuk Papua setelah 20 tahun implementasi otsus sejak 2001-2002 hingga 2021-2022 ada dua hal penting yang membutuhkan perhatian dari seorang penjabat gubernur. Paling kurang dalam dua tahun masa kerjanya yang mesti dikonsolidasikan, dikordinasikan dan dikomunikasikan yaitu penataan sistem pemerintahan, termasuk menegakkan disiplin ASN di kantor Gubernur Papua di Dok II maupun penataan manajemen keuangan daerah.
“Dua faktor baik manajemen sistem pemerintahan termasuk penataan struktur dan personalia di kantor gubernur dan disiplin ASN menentukan sukses tidaknya mesin birokrasi berjalan sesuai mekanisme. Faktor berikut ialah manajemen pengelolahan keuangan daerah agar sesuai topoksi yang berbasis kinerja. Sehingga dana mengikuti program, bukan sebaliknya yakni praktik-praktik di mana dana dulu baru nyusun program,” katanya.
Di bagian lain, Maniagasi mengatakan siapapun boleh menyuarakan aspirasi dan tuntutan dengan berbagai manuver politik seperti lobby dan diskusi dengan kementerian dan lembaga terkait di Jakarta. Namun, katanya, tak perlu grasa grusu, heboh, mengusulkan sesuatu tetap sesuai prosedur dan mekanisme agar tidak membuat kegaduhan.
“Permasalahan Papua bukan sekadar penjabat gubernur namun masih banyak masalah Papua mengingat rakyat masih hidup dalam keadaan yang sederhana dan memprihatinkan,” kata Maniagasi. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)