NABIRE, ODIYAIWUU.com — Pengurus Pusat Pemuda Katolik Republik Indonesia meminta Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian serius menangangi persoalan kisruh kursi Majelis Rakyat Papua (MRP) Pokja Agama Provinsi Papua Tengah periode 2023-2028.
Pengurus Pusat Pemuda Katolik juga mendukung keputusan Kuria Keuskupan Timika mengeluarkan surat pembekuan rekomendasi kepada beberapa umat Katolik yang mendaftar sebagai calon anggota MRP Pokja Agama Papua Tengah sebagai bentuk protes atas pembagian kuota kursi yang tidak mencerminkan keadilan dan kebenaran.
“Peraturan Gubernur Provinsi Papua Tengah Nomor 9 Tahun 2023 Tentang Pembentukan dan Jumlah Keanggotaan MRP Pasal 23 yang mengatur tentang lembaga keagamaan, terutama untuk enam agama resmi sengaja tidak dimasukkan sehingga MRP Pokja agama disamakan dengan Gereja atau denominasi,” ujar Pengurus Pemuda Katolik Papua Tengah Hendrik Onesmus Madai kepada Odiyaiwuu.com dari Nabire, kota Provinsi Papua Tengah, Minggu (2/7).
Hal tersebut, ujar Ones, membuat kuota kursi MRP Pokja agama khusus yang mewakili Katolik hanya mendapat dua kursi, dari total empat belas kursi. Sedangkan kuota kursi lainnya, semua dari dari perwakilan agama Protestan.
“Keputusan Penjabat Gubernur Papua Tengah Ribka Haluk ini sangat tidak adil bagi kami umat Katolik. Kami minta Penjabat Gubernur Papua Tengah segera membatalkan hasil penetapan panitia seleksi kuota kursi Pokja agama dan dilakukan pengaturan ulang secara transparan dan berkeadilan,” kata Ones lebih jauh.
Ketua Departemen Gugus Tugas Papua Pengurus Pusat Pemuda Katolik Melkior NN Sitokdana juga sangat menyayangkan sikap Pemerintah Provinsi Papua Tengah yang tidak proporsional dalam menentukan kuota kursi pokja agama. Mestinya, ujar Sitokdana, akademisi Universitas Satya Wacana Salatiga, kuota kursi yang ada dibagi berdasarkan jumlah penduduk asli Papua setiap agama, bukan gereja atau denominasi.
“Kami minta atensi khusus Mendagri Pak Tito Karnavian agar menegur dan memberikan pembinaan kepada Penjabat Gubernur Papua Tengah Ribka Haluk untuk merevisi kembali Pergub Nomor 9 Tahun 2023. Penjabat Gubernur segera membatalkan hasil Pansel MRP demi keadilan, kedamaian, dan kepastian hukum bagi semua agama,” ujar Sitokdana, tokoh muda asal Pegunungan Bintang, Papua Pegunungan.
Pihak Keuskupan Timika sebelumnya menyurati Penjabat Gubernur Papua Tengah Dr Ribka Haluk, S.Sos, MM untuk membekukan rekomendasi MRP Pokja Agama Papua Tengah. Surat bernomor 93/KURIA-KT/2023/1.1.2 tertanggal 17 Mei 2023 ditandatangami Pastor Delegatus untuk MRP Pokja Agama Papua Tengah RD Yuvensius Tekege Pr.
Dalam surat itu Pastor Tekege menegaskan, Kuria Keuskupan Timika sebagai salah satu lembaga keagamaan yang diakui negara di wilayah Papua Tengah meminta Penjabat Gubernur Papua Tengah membekukan surat rekmendasi beberapa umat Katolik sebagai calon anggota MRP Papua Tengah Pokja Agama dan lembaga keagamaan Katolik Keuskupan Timika menarik diri dari keanggotaan MRP Papua Tengah Pokja Agama periode 2023-2028.
Ada sejumlah alasan Gereja Katolik Keuskupan Timika sebagai agama dan lembaga keagamaan meminta Penjabat Gubernur Papua Tengah membekukan rekomendasi dan menarik diri dari keanggotaan Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Tengah periode 2023-2028.
Pasalnya, jumlah kuota anggota MRP Papua Tengah Pokja agama tidak dibagi proporsional dengan menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran sebagaimana diharapkan dan ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Papua Tengah Nomor 9 Tahun 2023 tentang Pembentukan dan Jumlah Keanggotaan MRP Papua Tengah.
Menurut Pastor Tekege, ada beberapa alasan mendasar mengirim surat pembekuan rekomendasi calon anggota MRP Pokja Agama yaitu wakil agama Katolik. Pertama, berdasarkan ketentuan umum di negara Indonesia bahwa ada enam agama atau lembaga keagamaan yang diakui secara resmi yaitu Agama Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan Konghuchu.
Namun, dalam Peraturan Gubernur Papua Tengah Nomor 9 Tahun 2023 dengan sengaja telah menghapus Pasal 23 yang berbicara tentang lembaga keagamaan (Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan Konghuchu).
Kedua, berdasarkan point pertama di atas, lembaga keagamaan yang terdapat dalam Pergub tentang MRP Pokja Agama secara masif dan terus-menerus disamakan dengan Gereja atau dedominasi sejak hadirnya UU tentang MRP di tanah Papua. Padahal, dalam Pasal 23 ttg Pembentukan dan Jumlah Keanggotaan MRP, telah menjelaskan tentang lembaga keagamaan dimaksud.
Ketiga, berdasarkan amanat Nomor 9 Tahun 2023 tentang Pembentukan dan Jumlah Keanggotaan tentang MRP, lembaga keagamaan Katolik Keuskupan Timika, bukanlah bagian dari lembaga keagamaan Krsten Protestan.
Gereja Katolik Keuskupan Timika bukan salah satu dedominasi atau gereja-gereja Protestan. Namun, lembaga keagamaan Katolik Keuskupan Timika dengan sengaja atau tanpa merasa bersalah disamakan bahkan dianggap salah satu bagian dari lembaga keagamaan Kristen Protestan.
“Karena itu pada tahap pembagian kursi kuota agama, lembaga keagamaan Katolik mendapatkan dua kursi dari 14 kursi Pokja agama yang tersedeia. Meskipun lembaga keagamaan Katolik telah memenuhi kriteria pembagian kursi kuota agama —bukan lembaga gereja atau dedominasi— yang telah ditetapkan oleh Pansel Papua Tengah,” kata Pastor Tekege.
Keempat, surat permintaan pembekuan tersebut lahir menyusul SK Panitia Pemilihan Anggota Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Tengah, yang tertuang dalam Surat Nomor 09/PPAMRP/IV/2023. Guna menanggapi Surat Keputusan Pansel tersebut, pihak Keuskupan Timika tekah mengirim surat keberatan kepada Penjabat Gubernur Papua Tenga.
“Kami kirim surat nota keberatan karena perwakilan agama Katolik mendapat jatah hanya dua kursi dari 14 kursi yang tersedia untuk lembaga keagamaan. Namun, surat keberatan kami tidak ditanggapi dengan serius. Bahkan lembaga keagamaan yang berkarya selama 129 tahun dan tersebar di seluruh kabupaten di wilayah Provinsi Papua Tengah sangat tidak diakui keberadaannya oleh Pansel MRP Provinsi Papua Tengah,” kata Tekege.
Berdasarkan empat alasan di atas, pihak Kuriah Keuskupan Timika secara tegas dan serius mengeluarkan surat pembekuan rekomendasi calon anggota MRP Papua Tengah Pokja Agama yang mewakili Katolik. Maka, surat pembekuan rekomendasi ini tiba di tangan Penjabat Gubernur Papua Tengah, sejak itu pula Kuria Keuskupan Timika dengan tegas membekukan dan menarik kembali semua rekomendasi dan berkas calon anggota MRP Papua Tengah Pokja Agama perwakilan Gereja Katolik Keuskupan Timika.
“Dengan mengabaikan surat pembekuan rekomendasi pembekuan ini, Penjabat Gubernur Papua Tengah melantik kurang dari enam anggota MRP Papua Tengah mewakili lembaga keagamaan Katolik yang ditetapkan oleh Pansel, maka kami atas nama Gereja Katolik Keuskupan Timika akan meminta pertanggungjawaban kepada Penjabat Gubernur melalui jalur hukum,” ujar Tekege, imam Projo Keuskupan Timika dan putra asli Papua. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)