WAENA, ODIYAIWUU.com — Sejumlah mahasiswa asal Kabupaten Jayawijaya, khususnya dari wilayah Hugulama, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan, Kamis (20/4) akan menggelar diskusi bertema Sejarah Perkembangan Injil di Lembah Hugulama di Jayawijaya.
Diskusi dalam rangka memperingati Hari Pekabaran Injil di Lembah Hugulama yang jatuh setiap tanggal 21 April sedianya akan berlangsung di Aula Seminari Menengah Waena, Kota Jayapura, Wamena, Papua.
Hugulama merupakan daerah kekuasaan dan kedaulatan Hugula, suku asli yang mendiami Hugulama. Para antropolog keliru menyebut Hugulama sebagai Lembah Baliem dan suku Dani sebagai suku asli Lembah Baliem (Hugula).
“Melalui diskusi ini, kami mengajak semua orang yang tinggal di lembah Hugulama, termasuk orang Hugula baik di Hugulama maupun di luar untuk ikut merayakan peringatan Hari Pekabaran Injil di Lembah Hugulama setiap tahun yang jatuh pada tanggal 21 April,” ujar Ketua Tim Inisiator Diskusi Melki Hisage melalui keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com dari Waena, Jayapura, Papua Kamis, (19/4).
Melki mengatakan, dewasa ini tidak sedikit anak-anak muda asal Hugula belum memahami secara utuh tentang aneka peristiwa masa lampau dari daerah asalnya. Salah satunya yaitu tentang sejarah perkembangan Injil di Lembah Agung Hugulama.
Sekretaris diskusi Jasman Yaleget menambahkan, sejarah Pekabaran Injil di Lembah Besar bermula sejak 20 April 1954. Pada saat itu, misionaris asing dari CAMA mendarat pertama kali di Miniaput-Minimo, Wamena, Jayawijaya, Papua Pegunungan. Kemudian, de facto, Misi Pekabaran Injil dimulai 21 April 1954.
“Pada tanggal ini, secara resmi Bapak Lopipi Hisage membangun kontak dengan dua orang misionaris asing yaitu Pendeta Eimar Mickelson dan Lloyd van Stone serta Elisa Gobay, seorang penerjemah bahasa lokal asal Mee. Lopipi Hisage mengatakan, naap, naap—wa wa dalam bahasa Nduga,” kata Jasman.
Sedangkan Misi Katolik secara resmi masuk pada 19 Januari 1958. Tanggal tersebut, ujar Jasman, merupakan hari pertama di mana Pastor Audifax Arie Blokdijk, OFM tiba di Wamena untuk melakukan survei awal.
Pastor Blokdijk bertahan tak lama di Lembah Hugulama. Kemudian balik ke Jayapura pada 21 Januari 1958 menggunakan Norseman, pesawat carteran milik Sepic Airways Company, Papua Nugini.
Pada Selasa (5/2 1958) pagi, dua orang Papua dari Waris, yaitu Anton Amo dan Dionysius Lenk Maunda, pembantu Uskup Jayapura Mgr Manfred Staverman OFM dan Pastor Blokdijk OFM tiba di Hugulama. Pos gereja Misi pertama didirikan pada hari itu ((5/2 1958) di pinggir Kali Wesak, Wesaima, dekat SD Inpres Wesaput.
Kini, tempat itu didirikan sebuah monumen berbentuk honai (rumah) khas masyarakat setempat. Uskup Manfred memimpin Misa pertama kali di tempat itu.
Dengan demikian, para tokoh Katolik di Lembah Besar Hugulama, pada Yubelium 50 Tahun yang dirayakan pada (5/5 2008) di Wesaput menyepakati bahwa Misi Katolik di Lembah Hugulama mulai dihitung sejak tanggal tersebut.
Dari dua aliran misionaris itu yakni CAMA dan Misi Katolik, Hari Pekabaran Injil di Lembah Hugulama mengikuti jejak karya misi CAMA. Tanggal 21 April 1954, menjadi hari yang terpenting bagi orang Hugula mengingat hari itu terjadi peristiwa terpenting.
“Di situ puncaknya, di mana orang Hugula melalui Lopipi Hisage pertama kali membangun kontak dengan dunia luar melalui misionaris CAMA. Lopipi Hisage menjadi tokoh sentral yang luar biasa. Meski ia tak mengenakan busana tradisional, buta aksara dan keterbatasan, dia membuka tabir kegelapan sejak saat itu,” kata Melki menambahkan.
Menurut Melki, diskusi akan menghadirkan beberapa pemerhati sejarah akan membedah sejumlah topik terkait relasi orang Papua dan asing, agama komunal masyarakat lokal, misionaris dan orang Hugula, para ekspedisi, karya para misionaris Fransiskan. Termasuk juga topik terkait ancaman dan tantangan orang Hugula untuk 100 hingga 1000 tahun ke depan.
“Sesuai undangan, diskusi akan dihadiri sekitar 300-500 orang. Kami berharap generasi penerus dari wilayah adat Tabi, khususnya di Kabupaten dan Kota Jayapura mengikuti diskusi ini. Dengan demikian, mereka mendapatkan informasi utuh dan memahami sejarah mereka sendiri. Kelak juga tak lagi membelokkan fakta sejarah Lembah Hugulama,” kata Jasman. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)