YLBH Papua Tengah Akan Laporkan Auditor Kantor Akuntan Publik Tarmizi Achmad ke Mabes Polri - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
DAERAH  

YLBH Papua Tengah Akan Laporkan Auditor Kantor Akuntan Publik Tarmizi Achmad ke Mabes Polri

Direktur YLBH Papua Yosep Temorubun SH akan melaporkan auditor dari Kantor Akuntan Publik Tarmizi Achmad ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. Foto ilustrasi kantor Mabes Polri. Sumber foto: timesindonesia.co.id, Rabu, 31 Maret 2021

Loading

TIMIKA, ODIYAIWUU.com — Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Papua Tengah dalam waktu dekat akan melaporkan para auditor dari kantor Kantor Akuntan Publik Tarmizi Achmad ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri), Jalan Trunojoyo, Jakarta.

Langkah itu ditempuh karena para auditor kantor akuntan publik tersebut diduga berkonspirasi melakukan audit investigatif menggunakan banyak data kurang akurat terkait pengadaan pesawat dan helikopter milik Pemda Mimika sehingga dijadikan bukti sejumlah oknum jaksa penyidik pada Kajati Papua dan Kajari Mimika yang berujung Pelaksana Tugas Bupati Mimika Johannes Rettob tersangka.

“Saya nilai, hasil audit independen yang diterima jaksa penyidik Kajati Papua dan Kajari Timika, ada banyak data kurang akurat sehingga jaksa penyidik menetapkan Pak John Rettob tersangka. Ini kebohongan publik. Dalam waktu dekat, kami akan melaporkan para auditor ke Mabes Polri,” ujar Direktur YLBH Papua Tengah Yosep Temorubun, SH melalui keterangan yang diperoleh Odiyaiwuu.com di Jakarta, Rabu (9/3).

Menurut Temorubun, langkah melaporkan auditor itu diambil setelah pihak YLBH Papua Tengah mendengar hasil jawaban Kajati Papua dan Kajati Timika atas permohonan praperadilan yang diajukan kuasa hukum Pelaksana Tugas Bupati Mimika, John Rettob.

Sementara itu, Palaksana Tugas Bupati Mimika John Rettob mengaku, dirinya sudah membaca hasil audit investigasi yang dilakukan lembaga akuntan publik tersebut yang kemudian dituangkan dalam dakwaan. Hasilnya, ujar John, banyak temuan dalam laporan auditor itu palsu yang merupakan pembohongan publik paling nyata.

“Contohnya di situ mereka katakan saya ke Amerika tandatangan kontrak pembelian pesawat dan helikopter. Ini pembohongan yang luar biasa,” kata John Rettob melalui keterangan yang diterima Odiyaiwuu.com di Jakarta, Kamis (9/3).

John menambahkan, ia menemukan banyak laporan investigasi lainnya yang tidak masuk akal dan merupakan karangan bebas lembaga akuntan publik tersebut.

“Mereka tidak pernah konfirmasi ke saya dan ibu Silvy. Seharusnya mereka dalam melakukan investigasi juga perlu mengkonfirmasi ke saya supaya penilaian tidak subjektif. Ini benar-benar merugikan saya dan pembohongan publik,” kata John tegas.

Bila lembaga tersebut ingin melakukan investigasi, katanya, mestinya dihitung semua pengeluaran mulai dari praoperasi, selama operasi, mengkonfirmasi gaji pilot dan lainnya.

“Jadi yang menjadi landasan pihak Kejaksaan Tinggi Papua menetapkan saya sebagai tersangka ini dari laporan bohong,” tegasnya.

John melalui tim hukumnya, mengatakan akan segera melaporkan secara resmi akuntan publik tersebut ke polisi. “Ini tentang nama baik, saya benar-benar dirugikan,” ujar John, yang juga politisi Parta Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Mimika, Papua Tengah.

Menurutnya, laporan hasil audit investigasi penghitungan kerugian keuangan negara kantor Akuntan Publik (KAP) Tarmizi Achmad, Nomor: 00176/2.0604/AP.7/09/0430/1/XI/2022 tertanggal 11 November 2022 menyebut, kerugian keuangan negara dalam kasus pesawat sebesar Rp 69.135.404.600. Padahal harga pesawat dan helikopter Rp 80 miliar.

Kewenangan investigasi

Pada bagian lain, John juga menyoroti kewenangan siapa yang berhak menetapkan ada tidaknya kerugian negara dalam suatu dugaan korupsi, sempat menjadi polemik dalam proses pembuktian di sidang tipikor.

Untuk menjawab polemik ini, Mahkamah Agung menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA) No. 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakukan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.

Salah satu poinnya rumusan kamar pidana (khusus) yang menyatakan hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang secara konstitusional berwenang men-declare kerugian keuangan negara.

Selengkapnya berbunyi, “6. Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional, sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan/Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan negara. Namun, tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan negara. Dalam hal tertentu, hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian negara dan besarnya kerugian negara.”

Ini artinya, SEMA 4/2016 menegaskan, lembaga yang berhak menghitung dan menyatakan adanya kerugian negara adalah BPK. Sementara lembaga lain seperti BPKP hanya berwenang melakukan penghitungan kerugian negara, tapi tidak berhak menyatakan adanya kerugian negara.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur pada 2017 lalu mengatakan, ihwal munculnya rumusan tersebut dalam SEMA. Ia menjelaskan, BPK dan BPKP memiliki ruang lingkup tugas yang berbeda. Tak jarang penghitungan BPK pun berbeda dengan penghitungan BPKP.

“Sebab, selama ini hasil audit BPK dan hasil BPKP berbeda-beda. Bahkan, pihak terdakwa dengan kesaksian (keterangan ahli) meringankan mengajukan auditor independen. Kalau seperti ini akan terus menjadi perdebatan. Ini juga untuk kesamaan dan percepatan pengurusan perkara korupsi,” kata Ridwan.

Secara konstitusional, kewenangan BPK sebagai pemeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara tertuang dalam Pasal 23E UUD 1945 dan dipertegas kembali dalam UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK.

Pasal 1 angka 1 UU BPK menyebutkan, “Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Pasal 10 ayat (1) UU BPK mengatakan, “BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga/badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.” (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :