NABIRE, ODIYAIWUU.com — Uskup Dioses Jayapura Mgr Yanuarius Theofilus Matopai You, Sabtu (11/2) tiba di Nabire, kota Provinsi Papua Tengah, setelah menempuh perjalanan udara dari Jayapura, kota Provinsi Papua untuk merayakan Misa konselebrasi sebagai ungkapan syukur atas tahbisannya menjadi Uskup Jayapura bersama umat Katolik di Gereja Santo Antonius Padua Nabire, Dekanat Teluk Cenderawasih, Keuskupan Timika.
“Saat ini, kita mendapat kesempatan untuk bersyukur, berterima kasih kepada Tuhan, Allah yang Maha Pengasih karena peristiwa (tahbisan Uskup) yang kita rayakan adalah peristiwa iman, bukan peristiwa perjuangan manusia yang menjadi tugas saya. Namun, ini adalah bukti kasih yang luar biasa dari Tuhan bagi kita semua, lebih khusus umat Papua,” ujar Mgr Matopai di awal Misa Syukur yang dihadiri ribuan umat Katolik di Gereja Santo Antonius Padua, Nabire sebagaimana disiarkan melalui laman Youtube ESBATU Papua dan dikutip Odiyaiwuu.com di Jakarta, Minggu (12/2).
Mgr Matopai di awal Misa Syukur mengatakan, dengan ditahbiskan Uskup orang asli Papua pertama merupakan peletak dasar dan tonggak sejarah dalam perjalanan gereja Katolik di tanah Papua. Tahbisan Uskup pertama orang asli Papua, lanjutnya, sekaligus menunjukkan bahwa Tuhan sungguh dan selalu baik mengasihi umat manusia. Dengan demikian dalam perayaan Ekaristi itu, umat diajak untuk bersyukur kepada Tuhan atas kasih-Nya yang luar biasa.
Karena itu, dalam perayaan Ekaristi Kudus, ujar Mgr Matopai, umat diajak mendengar ajaran Kristus Yesus sehingga umat berlaku, bermoral yang baik sebagai orang Kristen dalam hidup, menunaikan tugas dan kewajiban sehari-hari. Tugas tersebut yaitu harus hidup bertentangan atau melawan kebiasaan-kebiasaan buruk baik dalam adat maupun kehidupan bermasyarakat. Kebiasaan-kebiasaan buruk yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.
“Mari kita semua mendengar Sabda Tuhan yang mengajak kita menjadikan Sabda Tuhan sebagai pedoman, pegangan dalam hidup pribadi maupun hidup berkeluarga, dalam kehidupan menggereja agar kita selalu melaksanakan apa yang menjadi kehendak Tuhan bagi kita,” lanjut Mgr Matopai, putra asli Papua kelahiran Awabutu, Paniai, Papua Tengah.
Dalam homilinya, Mgr Matopai mengatakan, kita percaya bahwa Tuhan Yesus dua hal penting. Pertama, Yesus 100 persen anak Allah. Namun, kedua, Yesus juga seratus persen manusia. Sebagai anak manusia, Yesus mengetahui dengan baik adat yang berlaku dalam bangsanya. Yesus sebagai anggota masyarakat, anak adat Dia juga mengetahui aturan-aturan, kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat.
“Dalam Injil yang baru kita dengar dikatakan, Yesus datang ke dunia bukan untuk untuk menghilangkan hukum yang ada dalam bangsa Yahudi. Tetapi, Yesus datang untuk menggenapkan, memperbaharui, menyempurnakan hukum, kebiasaan, adat-istiadat yang ada dalam bangsa Yahudi agar terjadi sesuai kehendak Allah. Agar manusia bisa menjadikan hukum pedoman dalam mengatur hidup moral, mengatur hidup baik atau tidak baik perilaku manusia,” katanya.
Selain itu, ujar Mgr Matopai, Yesus mengajarkan kepada manusia agar adat dan budaya yang dimiliki dalam setiap suku, perlu diperbaharui, disempurnakan, disesuaikan dengan Injil, Firman Tuhan. Bila ada adat dan budaya yang bertentangan dengan Injil, Firman Tuhan perlu diperbaiki, disempurnakan dan jangan bertahan dengan adat atau perbuatan-perbuatan yang tidak baik.
“Ada beberapa contoh yang Yesus kasih dalam bacaan Injil yang baru saja kita dengar tadi. Salah satu contoh yang tidak dibacakan dalam Injil ialah Yesus menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat. Padahal, pada hari Sabat sesuai Hukum Taurat di kalangan orang Yahudi, dilarang melakukan sesuatu pada hari Sabat, hari Tuhan,” katanya.
Namun demikian, kata Mgr Matopai, Yesus dengan senangnya melanggar peraturan itu. Bila ada orang sakit datang pada hari Sabat, Yesus menyembuhkannya. Bila ada orang berdosa datang pada hari Sabat, Yesus mengampuninya. Karena itu, banyak ahli Taurat dan orang Farisi tidak senang kepada Yesus. Tetapi bagi Yesus hukum Kasih meski pada hari Sabat adalah di atas segalanya yang harus dilakukan.
“Dari sini kita belajar bagaimana kita mengasihi sesama, terutama mereka yang susah, sakit, menderita, yang punya masalah tanpa membeda-bedakan, entah Papua atau bukan Papua, asli atau bukan asli tidak ada soal. Tidak perlu dibeda-bedakan. Yesus mengajarkan kepada kita untuk mengasihi, membantu entah dia Kristen atau Katolik, Islam atau Budha, tidak perlu dipersoalkan,” kata Mgr Matopai.
Dalam Injil, ujar Mgr Matopai, Yesus juga mengajarkan bahwa dalam hukum Taurat, jangan membunuh. Yesus mengajarkan, jangankan membunuh, marah atau benci kepada teman atau sesama saja, itu sudah membunuh. Iri hati kepada sesama juga Yesus tak pernah membolehkan para pengikut-Nya melakukan hal itu.
“Kekerasan tidak boleh dibalas dengan kekerasan. Kita sebagai pengikut Kristus mau diajarkan bahwa kita tidak boleh dendam kepada mereka yang membenci kita, tidak boleh buang muka kepada mereka yang buang muka dengan kita,” lanjut Mgr Matopai.
Tidak bisa sendiri
Saat tiba di Nabire, Sabtu (11/2), Uskup Matopai juga mendapat pertanyaan awak media terkait penunjukan dirinya oleh Paus Fransiskus menggembalakan umat Katolik di Dioses Jayapura. Termasuk harapan dirinya agar terpilih lagi Uskup putra asli Papua memimpin keuskupan-keuskupan di tanah Papua.
“Saya menjadi Uskup karena Tuhan mengasihi orang Papua dan saya yang jadi Uskup (orang asli Papua) pertama. Pasti ada yang kedua, ketiga, dan ke empat. Saya juga pernah berpesan kepada Duta Besar Takhta Suci Vatikan untuk Indonesia bahwa harus ada uskup orang Papua lain di setiap keuskupan yang ada di Papua,” ujar Mgr Matopai di hadapan ribuan umat yang memadati Gereja Santo Antonius Padua, Nabire, Sabtu (11/2).
Mgr Matopai mengungkapkam, ia dipanggil Dubes Vatikan dan dipilih untuk menjadi Uskup Jayapura. Karena itu, ia menyampaikan kepada Dubes Vatikan bahwa ia tidak bisa sendiri, harus ada uskup orang Papua lain untuk menemaninya menggembalakan umat Katolik di tanah Papua.
“Saya berharap agar Uskup baru di Keuskupan Timika dapat dipilih juga orang asli Papua. Kita juga harus berdoa agar Uskup Timika nanti dipilih orang Papua juga,” katanya disambut aplaus umat Katolik di gereja itu.
Anak ‘profesor’
Mgr Matopai lahir 1 Januari 1961 di Kampung Uwebutu, pinggiran Danau Taage, Kabupaten Paniai, Papua Tengah, Keuskupan Timika. Ia lahir dari pasangan suami-isteri Lukas You (Alm) dan Rosalina Tatogo (Almrmh). Lukas adalah guru pernah guru di SD YPPK Santu Don Bosko Uwebutu. Kampung ini berada di wilayah Paroki Santo Fransiskus Epuoto, Timika.
“Ayah Mgr Yan You Pr seorang guru tamatan Sekolah Guru Bawah, SGB. Sejak kami kecil, para pastor menyapanya dengan Profesor Lukas. Sapaan itu bertolak dari kata-kata, omongan beliau yang selalu terwujud meski Bahasa Indonesia kurang lengkap atau bagus. Banyak anak didik Bapa Lukas jadi manusia. Anak-anaknya berpendidikan baik. Ada juga anak didiknya yang jadi bupati. Itulah mengapa ia dipanggil Profesor Lukas,” ujar Ignatius Abii, sesepuh rumpun keluarga Mgr Matopai.
Ignas mengatakan, pasutri Lukas You-Rosalina Tatogo memiliki sembilan orang anak. Mereka adalah (sesuai urutan) Beata You (Alm, perawat), Pastor Dr Matopai You, Pr, Ausilius You, S.Pd, MM, MH (Asisten 1 Sekda Papua Tengah), Kamilus You, SE (Alm), Paulus You (Alm), Paulinus You (Alm), Fransiskus You, SE (Alm), Amelianus You, ST (Alm, sarjana geologi), dan Yohanes You, S.Ag, M.Hum (mantan Wakil Bupati Paniai).
Mgr Matopai menyelesaikan studi Filsafat dan Teologi di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Fajar Timur, Abepura. Ditahbiskan menjadi imam pada 16 Juni 1991 di Nabire dan menjalani Tahun Orientasi Pastoral di Manado, Sulawesi Utara.
Mgr Matopai pernah menjadi Pastor Paroki Kristus Terang Dunia Yiwika tahun 1991-1998. Kemudian menjadi Pastor Paroki Santo Willibrord Arso dan Dekan Dekanat Keerom tahun 1998-2002. Ia juga pernah menjabat Vikaris Jenderal (Vikjen) dan Pastor Paroki Katedral Kristus Raja Jayapura tahun 2002-2006.
Ia merampungkan studi S-2 Psikologi di Universitas Gajah Mada Yogyakarta tahun 2007-2010. Kemudian merampungkan S-3 (Ph.D) jurusan Antropologi di Universitas Cendrawasih tahun 2020. Tercatat pula menjadi dosen STFT Fajar Timur dan Direktur Seminari St John Mary Vianney House Jayapura tahun 2011-2018.
Sejak 2016 pernah menjabat Ketua Komisi Pendidikan Keuskupan dan Pengawas Yayasan Homonim. Sejak 2020, ia menjabat Ketua dan Dosen STFT Fajar Timur sekaligus Direktur St John Mary Vianney House.
Pada Kamis (2/2), Mgr Matopai ditahbiskan menjadi Uskup Jayapura di Gereja Katedral Jayapura oleh Duta Besar Tahta Suci Vatikan untuk Indonesia, Mgr Piero Pioppo. (Ansel Deri, Johannes Supriyono/Odiyaiwuu.com)