TIMIKA, ODIYAIWUU.com — Sejumlah pengusaha Kamar Adat Pengusaha Papua (KAPP) Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah meminta Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Johannes Rettob dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Mimika menaikkan besaran alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Mimika untuk para pengusaha lokal.
Permintaan tersebut beralasan mengingat hingga saat ini ada 49 kontraktor dan 400 pengusaha kecil menengah lainnya di Mimika yang bekerja keras membuka peluang penyerapan tenaga kerja lokal. Selain itu, pengusaha lokal merupakan mitra strategis pemerintah daerah dalam ikut memberdayakan ekonomi warga, termasuk warga asli Papua di Mimika.
“Saya bersama beberapa kontraktor juga merasa kecewa dengan kinerja Dinas Pekerjaan Umum dan Pemukiman Rakyat Mimika. Alokasi APBD Tahun Anggaran 2022 dalam DIPA yang ditetapkan tanggal 27 Desember 2021 sebesar Rp 15 miliar. Jumlah ini sangat kecil untuk ratusan pengusaha asli Mimika. Kami minta agar dinaikkan,” ujar Emanuel Ananim, pengusaha dari KAPP Mimika kepada Odiyaiwuu.com dari Timika, Papua Tengah, Jumat (13/1).
Menurut Emanuel, anggaran sebesar itu diharapkan para pengusaha lokal pelaksanaannya berjalan pada pertengahan 2022 tetapi masih molor sejak penandatangan kontrak tanggal 23 Desember 2022.
Sedangkan di lain sisi, surat edaran mengenai batas penagihan pemerintah per 15 Desember 2022, bagaimana pengusaha mau menagih 100 persen jika beberapa pekerjaan ada yang baru mulai dan ada yang masih mengurusi dokumen kontrak.
“Kami dipaksa menyelesaikan pekerjaan dari tahun ke tahun tetapi pagu anggaran terbatas. Banyak pengusaha juga selalu terbentur waktu perayaan hari keagamaan seperti Natal. Kadang banyak pengusaha kehilangan waktu merayakan Natal bersama keluarga,” lanjut Emanuel.
Emanuel juga merasa kecewa dengan proses pembinaan yang dilakukan Dinas PUPR Mimika selama ini. Proses pembinaan dimaksud terkesan sebagai langkah yang perlahan mematikan kontraktor orang asli Papua di Mimika.
“Kalau kami baru mengerjakan proyek tetapi sudah melewati masa kontrak, otomatis pembayaran akan dimasukkan dalam utang Pemda yang kemudian dibayarkan per anggaran perubahan tahun berjalan. Jika hal ini terjadi, kami berutang lagi dan dikejar-kejar buruh atau pemilik material,” lanjut Emanuel.
Selama ini, kata Emanuel, di internal Dinas PUPR Mimika sarat berbagai kepentingan tertentu, tidak terbuka atau transparan dalam sistem pengadaan barang dan jasa bagi para pengusaha, baik OAP maupun non-OAP. Kontraktor asli Papua terkesan sengaja dimatikan meski mereka mampu bersaing dengan kontraktor luar.
“Kami minta agar Pelaksana Tugas Bupati Mimika melalui Dinas PUPR setempat mempertimbangkan serius nilai kontrak bagi pengusaha lokall. Nilai kontrak untuk kami kontraktor orang asli Papua harus berubah, tidak di bawah Rp 500 juta tetapi harus di bawah Rp 1 miliar,” kata Emanuel.
Pengurus KAPP Mimika lainnya, Fayanna, menambahkan selama ini selaku kontraktor lokal mitra pemerintah dihadapkan pada kondisi yang kurang menguntungkan kepada pengusaha lokal terjadi berulang-ulang. Apakah hal tersebut terjadi karena unsur kesengajaan, sulit dideteksi.
“Kami kontraktor orang asli Papua terhimpit dan tidak bisa berkembang menjadi tuan di daerah sendiri. Sementara di lain sisi, harga material melambung dan mencekik leher pengusaha,” ujar Fayanna.
Kepala Dinas PUPR Mimika Robert Mayaut mengaku pihaknya sudah membaca keluhan para kontraktor lokal yang tertuang dalam tujuh poin pernyataan yang beredar. Ia menjelaskan, sesuai Perpres Nomor 17 tahun 2019 terkait pengadaan barang untuk Papua dan Papua Barat di bawah Rp miliar berupa pengadaan langsung untuk kontraktor orang asli Papua.
“Selama ini yang satu miliar ke bawah itu seperti paket 500 juta, 300 juta atau 900 juta jelas harus kontraktor OAP. Itu pengertian di bawah 1 miliar,” kata Mayaut di Timika mengutip media di Timika, Jumat (13/1).
Mayaut juga mengaku pihaknya sudah melakukan konfirmasi keterlambatan proyek tahun 2022 lantaran laptop konsultan yang berisi data mengalami kerusakan, sehingga engineering estimate proyek drainase terpaksa dibuat ulang.
Informasi yang ada dalam sistem rencana umum pengadaan atau SIRUP nilai DPA untuk belanja modal Rp 13,3 miliar, bukan Rp 15 miliar. Sedangkan harga minyak naik 3 kali lipat yang berpengaruh terhadap harga material semen dan lain-lain. “Kalau tidak perbaiki RAB maka mereka tidak bisa kerja karena harga bahan bangunan naik,” ujarnya.
Selain itu, jumlah kontraktor OAP di Mimika lebih dari 400-san perusahaan yang menyulitkan pihaknya membagi rata semua proyek. Untuk nilai Rp 1 miliar sampai Rp 2,5 miliar dilakukan lelang antar pengusaha orang asli Papua.
Terkait tuntutan pergantian dirinya dari jabatan Kepala Dinas PUPR Mimika, ia berkikah bukan menjadi persoalan. “Asal jangan kita yang keliru tapi orang lain yang disalahkan. Saya sudah bekerja sesuai aturan agar menghindari atau kelak berurusan dengan hukum,” kata Mayaut. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)