JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Dua puluh umat Katolik di wilayah Koya seperti Stasi Bunda Maria Koya Kosso, Santo Petrus Koya Tengah, Hati Kudus Yesus Koya Barat, dan Stasi Kristus Sang Penabur Koya Timur, Paroki Gembala Baik Keuskupan Jayapura, Papua selama dua hari, Rabu-Kamis (21-22/12) mengikuti pelatihan paralegal.
Imam Dioses Jayapura Pastor Yohanes (John) Jonga Pr, inisiator kegiatan paralegal tersebut mengatakan, kegiatan tersebut diselenggarakan bertolak dari pertimbangan atas kebutuhan umat untuk membantu masyarakat yang bermasalah dengan hukum di wilayah Koya melalui melalui laporan jurnalisme warga atau nitizen journalism.
Pastor John, penerima penghargaan Yap Thiam Hien dari Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia berharap agar usai pelatihan ini, peserta menindaklanjuti melalui diskusi bersama di masing-masing kampung. Mereka dapat melakukan pemetaan dan pendalaman masalah. Mereka melihat sebab-akibat sebuah masalah kemudian melakukan semacam investigasi.
“Saya juga minta agar melalui materi yang disampaikan pembicara, para peserta kemudian dapat membuat komunitas jurnalisme warga, nitizen journalism terkait masalah hukum maupun dinamika sosial politik di masing-masing wilayah pelayanan komunitas basis atau kombas di wilayah Koya,” lanjut John, imam Katolik yang dijuluki Pastor Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau Pastor Ipoleksosbudhankam karena kegigihannya membela orang kecil dan kaum tertindas di bumi Cendrawasih.
Selain itu, pastor penegak HAM di Papua kelahiran kampung Nunur, Manggarai, Pulau Flores, NTT 4 November 1958 itu mengharapkan agar di antara para peserta terjalin agenda kerja bersama atau kolaborasi antarsesama anggota komunitas kreatif lainnya seperti Komunitas Papuan Voices untuk melakukan pelatihan pembuatan video advokasi.
Wartawan Kompas Fabio Lopez, seorang pembicara dalam materinya, Peran Advokasi Jurnalisme Warga dari Kampung mengatakan, masyarakat dapat menyuarakan aspirasinya melalui jurnalisme warga, nitizen journalism secara luas kepada publik baik di internal Papua maupun di luar Papua.
“Warga masyarakat dapat menyuarakan aneka persoalan di tengah masyarakat seperti masalah kemiskinan, infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain agar mendapat perhatian pemangku kepentingan formal sekaligus menjadi masukan dalam pengambilan keputusan formal,” kata Fabio Lopez.
Sementara itu pemateri lain, Antoni Ibra dalam materi terkait pengertian konflik dan pengelolaannya mengemukakan pentingnya dilakukan pemetaan hingga pendekatan mengelola konflik sosial dan politik lebih luas.
“Para peserta perlu perlu memahami konflik laten, konflik di permukaan dan konflik terbuka. Untuk dapat memetakannya, dibutuhkan satu strategi menyeluruh dengan cakupan luas dan diimbangi pula komitmen,” ujar Ibra.
Pemateri lain, Symsul Alam Agus berbicara terkait investigasi dan pendokumentasian HAM pada kasus-kasus masyarakat adat. Topik tersebut penting untuk para peserta memberikan bantuan secara cepat kepada korban di wilayahnya masing-masing.
“Ini juga bagian dari rehabilitasi terhadap korban sekaligus mengontrol kerja-kerja pemerintah dalam kewajibannya memenuhi terkait perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, HAM,” kata Alam. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)