Elpius Hugi S.Pd, MA: Berbekal Tali Anyam Noken Pemberian Ibu Demi Meraih Cita-cita - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
Sosok  

Elpius Hugi S.Pd, MA: Berbekal Tali Anyam Noken Pemberian Ibu Demi Meraih Cita-cita

Elpius Hugi S.Pd, MA. Foto: Gusty Masan Raya

Loading

Elpius Hugi memulai kariernya sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Pernah terjun dalam bursa Pemilu di Yahukimo, Papua. Ia kemudian dipercaya Gubernur Lukas Enembe menjadi sekretaris pribadi. Berbekal tali anyam noken pemberian ibunya, ia jual demi masa depan pendidikan.

KABAR teranyar datang dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. Gubernur Papua Lukas Enembe, SIP, MIP melalui Sekretaris Daerah Dr M Ridwan Rumasukun, SE, MM. “Selamat dan sukses kepada, Bapak Elpius Hugi, yang dilantik sebagai Kepala Biro Umum dan Protokol Provinsi Papua oleh Sekda atas nama Gubernur Papua. Tuhan memberkati,” ujar Ketua Komisi Informasi (KI) Provinsi Papua Wilhelmus Pigai kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Selasa (13/12).

Siapa sosok Elpius Hugi, S.Pd, MA? Elpius lahir di kampung Helenga, Distrik Saminage, Kabupaten Yahukimo, 9 Maret 1975. Tahun 2003, Elpius memulai karir di dunia birokrasi sebagai aparatur sipil negara (ASN) di Jayawijaya. Pilihan itu ditempuh tak lama berselang setelah ia merampungkan studinya pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih (Uncen), Jayapura.

Setelah tahun 2005-2006 mengabdi di Jayawijaya, ia diminta untuk maju pada Pilkada Bupati di Yahukimo sebagai wakilnya. Sayangnya, mereka tidak terpilih. Keputusan strategis diambil. Elpius menuju Yogyakarta setelah lulus seleksi hingga merampungkan studi S-2 pada Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada konsentrasi Politik Lokal Otonomi Daerah tahun 2010.

Di sela merampungkan studi S-2, Elpius masih menjabat Ketua Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI) Provinsi Papua. Kala itu PKDI Papua berhasil meraih 21 kursi anggota DPRD di seluruh Provinsi Papua. Di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua, PKDI memperoleh satu kursi dan berkoalisi dengan Fraksi Papua Bangkit DPRP.

Melalui Koalisi Papua Bangkit yang kemudian memenangkan Lukas Enembe sebagai Gubernur Papua pada Pilgub 2013, posisi Elpius sebagai ketua partai pun berakhir. Ia lalu dipanggil oleh Lukas Enembe untuk menjadi sekretaris pribadi (sespri). Kata Lukas, urusan politik usai, saatnya mengurus birokrasi.

“Saya pikir itu jalan terbaik dan pengalaman di dunia politik saya pikir cukup. Pengalaman ke birokrasi menjadi pengetahuan dasar saya ketika nanti suatu saat Tuhan kehendaki saya menjadi pemimpin di suatu daerah. Paling tidak, saya sudah mengerti birokrasi pemerintahan dan politik. Menjadi pelayan adalah melayani semua orang, tidak membedakan suku, agama dan golongan,” kata Elpius.

Karakter orang

Elpius menjadi sespri Gubernur Lukas Enembe sejak 2014 dengan golongan III C. Suka duka ia lalui. Ia harus menghadapi semua orang dengan keinginan dan kepentingan yang berbeda. Semua orang yang datang ingin memaksa bertemu gubernur dan menyatakan ada hal sangat urgen yang perlu disampaikan kepada gubernur.

“Nah di situ kerap membuat saya menghadapi situasi dilematis. Saya mau tolak mereka, salah. Mau menerima mereka juga salah. Tetapi oleh karena saya mengerti tugas sebagai sesprinya Pak Gubernur, saya berusaha menampung aspirasi lalu menyampaikan kepada beliau,” ujarnya.

Karena itu, tips yang dilakukan Elpius menghadapi keruwetan itu yakni memahami karakter para tamu, budaya dan dari instansi atau lembaga mana mereka datang.

“Apa yang mereka mau sampaikan, saya dengar dulu, baru sampaikan ke Pak Gubernur. Dengan begitu, mereka yang hendak bertemu Pak Gubernur juga merasa puas karena apa yang menjadi keinginannya bisa disampaikan. Sekalipun tidak ketemu gubernur, hanya lewat saya sebagai perantara. Saya berusaha maksimal melayani mereka,” ujar Elpius lebih lanjut.

Menjadi Sespri Gubernur Lukas, bagi Elpius dijalaninya dengan nyaman dan sukacita. Bertahun-tahun dekat dengan Lukas, Elpius mengaku memperoleh chemistry. Ia mengenal sosok Lukas yang kebapakan, tidak pernah marah, selalu ramah dan senyum, dan seakan tak kenal lelah bekerja melayani masyarakat.

“Beliau dengan tenang menghadapi semua situasi. Seperti ini kita harus ikuti sebagai staf. Saya lihat dari pak gubernur itu sosok yang sangat mencintai semua orang. Itu karakter dan cara yang beliau terapkan ke setiap orang. Beliau seorang yang rendah hati. Di dalam keluarga juga beliau merupakan contoh, panutan untuk kita yang lain,” kata Elpius, suami Welmince SW Asso.

Berjuang untuk sekolah

Elpius anak bungsu dari lima bersaudara. Kedua orangtuanya, Pona Hugi dan Maria W Esema sudah meninggal dunia. Dari keempat saudaranya, hanya Elpius yang bersekolah tinggi. Empat kakaknya, hanya satu yang menjabat kepala kampung yaitu Philipus Hugi.

Sejak kecil, Elpius adalah tipikal anak penurut. Oleh ayahnya, ia tidak boleh sekolah. Karena itu, pada saat teman-temannya hendak lanjut SMP, ia dilarang ayahnya. Namun, ibunda terkasih malah menguatkan dan setia mendorongnya agar melanjutkan sekolah demi meraih cita-cita dan masa depan masyarakat dan daerahnya, Papua.

“Bapak bilang tidak boleh sekolah karena tidak ada uang. Di situ saya betul-betul kesulitan dalam hal biaya hidup. Dari kampung Saminage ke Kota Wamena, orang yang kuat jalan itu satu malam dua hari jalan kaki. Tapi saya nekat dan semangat ke Wamena,” kata Elpius.

Elpius teringat masa-masa sulitnya. Ketika itu, tidak ada babi yang bisa dijual sebagai bekal untuk biaya sekolah. Hanya ibu yang memberinya tali anyam noken dalam gulungan kecil yang ia bawa dan dibeli orang dengan harga Rp 2500. “Itu modal saya beli buku waktu SMP,” kisah Elpius mengenang masa-masa awal masih remaja

Sampai di Wamena, ada kerabat Elpius yang baru lulus SMP. Seragam kerabat itu akhirnya berpindah pemilik ke Elpius. Saat itu masih ada perang suku di Walesi membuat kondisi betul-betul sulit. Ia tinggal di salah satu asrama di Medapora yang diberikan kepala suku. Makanan sangat susah didapat. “Kadang makan sayur saja, rebus daun ubi, makan dan tidur,” katanya. Teman seangkatannya empat orang, semua putus sekolah. Elpius sendiri yang bertahan.

Ia kemudian dibantu Pastor Frans Lieshout, OFM pindah ke Asrama Walesi. Ia baru merasa lega karena dibelikan sepatu, pakaian, dan alat tulis. Sekolah pun jaraknya sudah dekat. Untuk mendapat uang, ia meminta suster agar halaman dan rumput ia babat dan bersihkan. Ia diupah Rp 15.000-20.000.

Elpius melanjutkan, tidak lama kemudian berselang ia diminta kepala SMP YPPK untuk membantu hingga masuk SMA. “Sekolah siang hari. Kalau pagi saya bantu kepala sekolah di rumah. Hingga kelas 3 di SMA YPPK, baru saya pindah ke SMA PGRI untuk mengikuti ujian,” kata Elpius.

Selepas SMA, Elpius pun bertekad lanjut S-1 di Universitas Cenderawasih, Jayapura. Datang dari Wamena, Elpius hanya bermodal parang dengan tujuan awal hanya untuk dapat pekerjaan. Ia tinggal di Asrama Nayak di Kamkey, Abepura. Pagi-pagi, ia bekerja membabat rumput sampai jam setengah tujuh pagi sebelum ke kampus.

“Memang jaman saya sekolah itu setengah mati. Kalau anak-anak yang sekolah sekarang ini terlalu gampang, mereka minta uang di peme­rintah dikasih,” kata Elpius. Ia bersyukur, bantuan dari Pastor Lieshout setiap bulan sebesar Rp 150.000 rutin ia terima. Selain itu, juga ada beasiswa dari Keuskupan Jayapura dan beasiswa Supersemar di kampus.

Sebagai orang yang sedang menanjak tangga sukses di birokrasi, Elpius tidak ingin generasi muda Papua saat ini bermental instan, santai, dan banyak menuntut dengan prestasi akademik yang pas-pasan. Ia berharap, generasi muda Papua harus ditempa dengan kerja keras untuk menghilangkan kebiasaan minta-minta yang kian marak terjadi.

“Kalau jadi orang sukses itu kita harus alami yang susah. Ketika ada masalah, ada kesulitan jangan tergantung ke orang tua atau pemerintah. Tuhan kasih kita otak untuk berpikir dan bekerja keras, bukan ada sedikit masalah langsung demo dikasih uang. Itu tidak benar,” tegasnya.

Mental struggle for life, berjuang untuk hidup yang dimiliki Elpius termotivasi oleh dua tokoh yang idolanya, Presiden Amerika Serikat John F Kennedy dan Santo Fransiskus Xaverius. Menurutnya, dua tokoh ini mengajarkan kepemimpinan yang luar biasa inspiratif bagi anak muda.

“Spiritualitas Santo Fransiskus memang ada di Gereja Katolik, tetapi saya rasa baik untuk ditiru semua orang. Baik di pemerintahan, keluarga atau lingkungan social tentang cara memimpin penuh cinta. Ini yang melahirkan prinsip kerja saya: selalu berusaha untuk tidak buat orang susah, berusaha untuk membuat sesuatu yang terbaik sebagai sespri Gubernur. Kalau bukan saya, siapa lagi yang melayani dan memperhatikan mereka,” kata Elpius. (Ansel Deri, Gusty Masan Raya/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :