Presiden Perlu Serius Pertimbangkan Jabatan Sekda Tiga Provinsi Baru Diisi Orang Asli Papua - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Presiden Perlu Serius Pertimbangkan Jabatan Sekda Tiga Provinsi Baru Diisi Orang Asli Papua

Presiden Joko Widodo didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo bersama Gubernur Papua Lukas Enembe dan sejumlah pejabat saat meresmikan Jembatan Youtefa di Kota Jayapura, Provinsi Papua, Senin, 28 Oktober 2019. Sumber foto: presidenri.go.id, 28 Oktober 2019/BPMI Setpres/Kris

Loading

JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian telah meresmikan dan melantik penjabat gubernur untuk tiga daerah otonom provinsi baru di Papua di bawah tenda di luar kantor pusat Kementerian Dalam Negeri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Jumat (11/11).

Tiga penjabat gubernur tersebut yaitu Staf Ahli Mendagri Dr Ir Apolo Safanpo, ST, MT sebagai Penjabat Gubernur Papua Selatan; Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Kerjasama Internasional Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nikolaus Kondomo, SH, MH sebagai Penjabat Gubernur Papua Pegunungan; dan Staf Ahli Mendagri Dr Ribka Haluk, S.Sos, MM sebagai Penjabat Gubernur Papua Tengah.

“Presiden Joko Widodo tentu lebih memahami praktik birokrasi dan kondisi lokal masyarakat Papua. Saya pikir intensitas kunjungan Presiden Jokowi ke Papua bisa dipastikan beliau memahami kultur birokrasi dan kondisi Papua,” kata pemerhati Papua dari Firma Hukum Edi Hardum and Partners Dr Siprianus Edi Hardum, SIP, SH, MH kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Minggu (13/11).

Menurut Edi, doktor Ilmu Hukum lulusan Universitas Trisakti, selain mengangkat putra asli Papua menempati pos penjabat, Presiden Jokowi juga diharapkan serius mempertimbangkan agar jabatan sekretaris daerah (Sekda) di tiga provinsi baru diikuti dengan langkah mengangkat birokrat daerah mengisi pos Sekda di tiga provinsi itu.

Pembentukan tiga daerah otonom baru tentu bertujuan lebih efektif dan efisien untuk lebih mendekatkan rentang kendali dan pelayanan masyarakat sehingga mereka lebih merasakan hidup sejahtera. Pilihan Sekda putra asli dari tiga provinsi baru itu idealnya diisi atau diangkat birokrat dengan golongan dan kepangkatan dari masing-masing tiga provinsi baru itu.

“Untuk Papua Tengah, misalnya, diangkat Sekda orang asli Meepago (Papua Tengah) yang tengah mengabdi di sana. Begitu pula untuk Papua Pegunungan juga harus orang Papua Pegunungan. Kemudian juga hal itu berlaku juga untuk Papua Selatan perlu diisi orang asli Papua Selatan,” lanjut Edi.

Menurut Edi, ada sejumlah alasan mengapa perlu mempertimbangkan serius mengangkat Sekda orang asli Papua. Pertama, orang daerah setempat pasti mengetahui dan sungguh mengenal kelebihan dan kekurangan daerah yang dimiliknya.

“Sekda putra asli Papua dari provinsi baru itu pasti mengetahui persis sumber daya yang menjadi opportunity, kesempatan untuk bisa dikembangkan. Ia juga tentu mengetahui weakness, kelemahan daerahnya agar bisa diperbaiki. Dia juga tentu memahami strength, kekuatan daerahnya agar tetap dipertahankan bahkan dikembangkan bersama penjabat gubernur dan seluruh perangkat OPD,” kata Edi Hardum, alumnus Magister Hukum (S-2) Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Kedua, mengangkat Sekda di daerah setempat berpijak pertimbangan dia (Sekda) memiliki kedekatan fisik dan memahami aspek budaya dengan birokrat dan masyarakat di mana ia mengabdi mengatur birokrasi provinsi baru itu. Oleh karena memiliki kedekatan dengan masyarakat dan daerah setempat, rasa memiliki, sense of belonging dan rasa tanggung jawab, sense of responsibility sudah pasti terbenam dalam hatinya.

“Kalau orang dari daerah lain yang diangkat menjadi Sekda di Papua Tengah tentu rasa tanggung jawab dan rasa memiliki belum tentu ada, atau bisa dipastikan tidak ada,” kata Edi, penulis buku Perdagangan Manusia Berkedok Pengiriman TKI.

Menurut Edi, umumnya orang mengemban jabatan pemerintahan di Indonesia sekadar untuk mendapat penghormatan atau gengsi. Padahal, seharusnya, jabatan itu adalah Amanah sekaligus beban dan tanggung jawab.

“Siapa pun yang mengemban jabatan pejabat gubernur dan Sekda di Papua Tengah, Papua Pegunungan dan Papua Selatan, maka mereka tengah mengemban amanah dan rela memikul tanggungjawab besar, bukan untuk gagah-gagahan. Karena itu, bila Sekda di tiga provinsi baru itu diisi orang asli Papua, saya pastikan mereka tak akan main-main karena taruhannya adalah harga diri di hadapan masyarakat sendiri,” ujarnya.

Pihaknya berharap agar Presiden Jokowi dan semua pembantu terkaitnya seperti Menkopolhukam dan Menteri Dalam Negeri serius mengangkat Sekda tiga provinsi baru dari daerahnya masing-masing. “Jangan orang dari luar,” tegas Edi Hardum.

Edi menambahkan, tiga penjabat gubernur bersama Sekda dan seluruh perangkat OPD serius menjalankan asas-asas pemerintahan yang baik, good governance seperti asas keterbukaan, tanggung jawab dan tidak menyalahgunakan wewenang, abuse of power.

“Asas keterbukaan bisa diartikan mendengar keluhan dan masukan masyarakat dalam setiap mengambil keputusan. Terpenting adalah tidak melakukan korupsi,” katanya.

Asosiasi DPRD Papua Tengah sebelumnya juga meminta Presiden Jokowi, Mendagri, dan Menko Polhukam agar jabatan Sekda Papua Tengah diisi birokrat putra asli dari wilayah Meepago.

“Kita tahu, untuk penjabat gubernur di tiga provinsi baru hasil pemekaran akan diisi pejabat eselon 1 kementerian atau lembaga. Karena itu, kami meminta Bapak Presiden, Bapak Menteri Dalam Negeri, dan Bapak Menko Pohukam agar Sekda Papua Tengah diisi oleh birokrat asli Meepago,” ujar Ketua Asosiasi DPRD Wilayah Meepago Petrus Badokapa kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Minggu (6/11).

Menurut Petrus, muara kehadiran provinsi daerah otonom baru di Papua untuk memudahkan rentang kendali pelayanan dan memberdayakan orang lokal sehingga kami minta agar sekretaris daerah diisi birokrat orang asli Papua Tengah yang sudah memenuhi syarat golongan maupun kepangkatan.

“Kami berharap agar Bapak Presiden, Bapak Menteri Dalam Negeri, dan Bapak Menko Polhukam memberdayakan potensi SDM birokrasi putra asli Papua Tengah. SDM birokrasi Papua Tengah sangat banyak dan sudah stand by,” lanjut Badokapa, yang juga Ketua DPRD Kabupaten Deiyai, Papua.

Badokapa mengemukakan, saat ini banyak birokrat putra asli Papua Tengah memenuhi golongan kepangkatan mengisi posisi sebagai Sekda Papua Tengah. Ia juga menyebut sejumlah nama seperti mantan Direktur RSUD Jayapura sekaligus Penjabat Sekda Kabupaten Pegunungan Bintang drg Aloysius Giyai, M.Kes, mantan Sekda Mimika Drs Ausilius You, S.Pd, MM, mantan Sekda Deiyai Marthen Ukago, Sekda Dogiyai Drs Petrus Agapa, M.Si, dan lain-lain.

“Pilihan Sekda Papua Tengah dari kalangan birokrat asli Meepago beralasan mengingat mereka sudah sangat memahami kultur warga lokal dan kondisi riil masyarakat sehingga akan memudahkan dalam pelayanan pemerintahan dan pembangunan,” lanjut Badokapa, yang juga Ketua DPC Partai Hanura Kabupaten Deiyai.

Dukungan serupa disampaikan para kepala suku wilayah adat Meepago yang merupakan pemilik tanah dan hak ulayat meliputi Kabupaten Nabire, Puncak Jaya, Paniai, Mimika, Puncak, Dogiyai, Intan Jaya, dan Deiyai.

“Terkait prinsip keberpihakan, proses penempatan SDM aparatur pemerintahan, kami meminta agar Penjabat Gubernur dan Sekretaris Daerah Papua Tengah harus diisi putra asli Papua Tengah yang memenuhi syarat dan golongan kepangkatan,” kata Kepala Suku Yaur Kabupaten Nabire Saul Woiwowi. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :